Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan kondisi perekonomian global masih suram di tahun ini. Penyebabnya adalah krisis yang melanda sejumlah perbankan di AS dan Eropa belakangan ini.
Tak hanya itu, Sri Mulyani juga mengatakan masih banyak tantangan yang dihadapi oleh perekonomian global, seperti ketegangan geopolitik, kecepatan perkembangan teknologi, perubahan iklim, inflasi hingga kenaikan suku bunga di berbagai negara.
“Gejolak perbankan di AS dan Eropa juga menambah risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global. Kombinasi dari masih ketatnya likuiditas global, terbatasnya ruang kebijakan di banyak negara, serta persoalan perbankan di AS dan Eropa menyebabkan prospek pertumbuhan ekonomi global 2023 cenderung lemah,” ujarnya dalam Rapat Paripurna, Jumat (19/5).
Ia memperkirakan laju inflasi global belum akan kembali ke level normal periode prapandemi. Hal itu akan membuat bank sentral sejumlah negara mempertahankan kebijakan suku bunga acuan pada level yang tinggi dalam jangka waktu yang lama (higher for longer).
“Sebagai konsekuensinya, kondisi likuiditas global masih akan ketat sehingga cost of fund juga diperkirakan tetap tinggi. Di sisi lain, ruang kebijakan di banyak negara juga semakin terbatas dengan meningkatnya utang akibat pandemi,” jelasnya.
IMF pada laporan World Economic Outlook April 2023 memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun ini melambat signifikan ke level 2,8 persen. Itu jauh di bawah perkiraan sebelumnya sebesar 3,4 persen di 2022.
Di tengah proyeksi itu, rilis data pertumbuhan PDB kuartal I-2023 di beberapa negara ekonomi utama dunia, khususnya China hanya tumbuh 4,5 persen atau masih di bawah proyeksi IMF.