Purna Warta – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu saat merespons laporan terbaru Lembaga Pemeringkat Kredit Moody’s, mengakui tema laporan ini terkait eskalasi krisis ekonomi di bumi Palestina pendudukan.
Netanyahu dalam responnya dan ketika menjustifikasi penurunan kelayakan kredit Israel menjadi A2 dalam laporan Moody’s mengatakan, penurunan peringkat ini karena kondisi perang yang ada.
Laman Israel HaYom menyebut langkah Moody’s sebagai skenario terburuk bagi kebinet Netanyahu, dan menulis, sejak tahun 1995 ketika Israel bergabung dengan pemeringkatan ini, ini adalah pertama kalinya rating kelayakan kredit mengalami penurunan.
Menurut laporan ini, tingkat ancaman geopolitik, khususnya ancaman keamanan jarak menengah dan jangka panjang dinilai saat tinggi bagi Israel. Selain itu, Israel setelah berakhirnya periode kabinet koalisi diprediksikan akan mengalami masa kekacauan politik internal.
Netanyahu, sejak dimulainya operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, meskipun kelompok pejuang Palestina berhasil melawan kekuatan rezim Zionis, selalu mengklaim bahwa ia akan melanjutkan perang hingga Hamas kalah dan mengendalikan penuh Gaza. Namun perkembangan terkini di wilayah pendudukan menunjukkan bahwa Perdana Menteri rezim Zionis telah gagal dalam melaksanakan rencananya.
Ketidakmampuan kabinet Zionis untuk memajukan negosiasi dengan Hamas mengenai pertukaran tahanan dan kegagalan tentara Zionis di Gaza serta penarikan pasukan Zionis dari kota ini menunjukkan janji-janji Netanyahu yang tidak membuahkan hasil.
Ketegangan politik di wilayah-wilayah pendudukan adalah akibat dari kebijakan rezim Zionis yang suka berperang. Krisis ekonomi juga akan semakin parah dengan terus berlanjutnya pengobaran perang rezim Zionis dalam kondisi di mana Perdana Menteri rezim Zionis tidak mempunyai kemampuan untuk menghadapi kondisi kritis saat ini.
Ketidakmampuan Netanyahu untuk menangani masalah ekonomi telah menyebabkan meningkatnya ketidakpuasan dan protes jalanan di wilayah-wilayah pendudukan. Keluarga para tahanan rezim Zionis menuding kabinet Netanyahu tidak berhasil dalam perundingan dengan Hamas untuk pembebasan tentara Zionis.
Di sisi lain, Netanyahu juga gagal menarik simpati dan dukungan berbagai partai bagi kelanjutan kerja kabinetnya, dan transformasi setelah operasi Badai al-Aqsa serta kelanjutnya kondisi yang ada akan menjadi faktor bagi berakhirnya kabinet ekstrim Netanyahu dan Partai Likud.
Penyelenggaraan pemilu akan membuat kondisi politik yang tidak stabil di wilayah pendudukan semakin kritis karena partai-partai yang terbentuk di Knesset (Parlemen) tidak akan mampu mengatasi permasalahan yang ada.
Haus perang rezim Zionis telah membawa kondisi ekonomi di wilayah-wilayah pendudukan ke kondisi paling kritis, sedemikian rupa sehingga otoritas Zionis tidak mampu mengurangi permasalahan atau mengatasi situasi ini.