Media Israel melaporkan pada hari Sabtu bahwa rencana kunjungan Presiden Iran Ebrahim Raisi ke Suriah harus menjadi penyebab kekhawatiran bagi Israel.
Channel 13 Israel menunjukkan bahwa Presiden Iran tampaknya akan tiba di Suriah pada hari Rabu untuk mengadakan serangkaian pertemuan dengan Presiden Bashar Assad selama kunjungan dua hari. Menurut Channel 13, bagian yang harus dikhawatirkan adalah bahwa Iran ingin menyatukan poros perlawanan, Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam, untuk mengubah geopolitik di Timur Tengah.
Saluran Israel itu juga menyinggung kunjungan Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian ke Lebanon dan kunjungannya ke Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah.
Sayyed Nasrallah dan Amir-Abdollahian membahas perkembangan regional terkini, terutama perjanjian Iran-Saudi dan dampaknya terhadap negara-negara di kawasan, serta perkembangan terkini di Lebanon dan Palestina yang diduduki.
Selama konferensi pers di kedutaan Iran di Lebanon, Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian mengatakan negaranya memprioritaskan keterbukaan dan komunikasi dengan negara-negara kawasan pada umumnya, dan negara-negara tetangga pada khususnya.
Menteri Luar Negeri Iran itu juga menyinggung hubungan antara Teheran dan Damaskus, menekankan bahwa hubungan kedua negara “luar biasa, dalam, dan strategis”, menyambut baik penguatan hubungan antara Suriah, dunia Arab, dan negara-negara kawasan.
Diplomat tertinggi itu menekankan bahwa Presiden Assad, pemerintah, tentara, dan rakyat menentang perang teroris dan akhirnya menang, menekankan bahwa penasihat militer Republik Islam membantu Suriah menghadapi perang teroris yang dilancarkan untuk melawannya.
Amir-Abdollahian juga bertemu dengan Sekretaris Jenderal Jihad Islam Ziyad Al-Nakhala, membahas mengenai koordinasi upaya perlawanan melawan “Israel”.
Channel 13 juga mengatakan bahwa media Israel mengikuti kunjungan Menlu Iran ke Lebanon dengan cermat dan penuh perhatian, sementara banyak kalangan Israel mempelajari implikasi dari kunjungan tersebut sehubungan dengan perubahan strategis di kawasan, terutama ketika mempertimbangkan masa-masa sulit “Israel”.