Purna Warta – Dalam koridor proses normalisasi hubungan Iran dan Mesir, Presiden Iran dan Mesir untuk pertama kalinya hari Sabtu (23/12/2023) dalam kontak telepon membicarakan isu-isu yang diminati kedua pihak.
Presiden Iran, Sayid Ebrahim Raisi seraya mengucapkan selamat kepada sejawatnya dari Mesir, Abdel Fattah el-Sisi karena terpilih untuk kedua kalinya sebagai presiden Mesir, menjelaskan bahwa memiliki sejarah peradaban dan landasan agama yang sama telah menciptakan hubungan baik antara kedua bangsa dan negara, yang merupakan landasan yang cocok dan menguntungkan untuk memperkuat dan memperdalam hubungan di antara mereka.
“Menurut Imam Khomeini ra, kebijakan Republik Islam Iran selalu didasarkan pada peningkatan status dan kehormatan umat Islam serta persatuan Syiah dan Sunni, dan dalam hal ini, kami selalu menyatakan bahwa menegakkan hak-hak rakyat Palestina adalah isu pertama dan mendasar di dunia Islam,” papar Raisi.
Dalam percakapan telepon tersebut, Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, sembari mengapresiasi ucapan selamat atas terpilihnya kembali dirinya menjadi presiden Mesir, mengatakan: Iran dan Mesir, karena status sejarah dan peradabannya yang tinggi serta memiliki kapasitas yang beragam, dapat memainkan peran yang efektif dalam membangun stabilitas dan keamanan di kawasan. Sambil mengapresiasi kebijakan Republik Islam Iran untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara tetangga dan kawasan, presiden Mesir menekankan kesiapan negaranya untuk mengambil langkah-langkah praktis untuk menyelesaikan masalah antara kedua negara.
Terjalinnya kontak telepon pertama antara presiden Iran dan Mesir ini dinilai sebagai pembuka babak baru dalam sejarah hubungan kedua bangsa ini sebagai peradaban tertua di kawasan Asia Barat dan Afrika Utara. Meski ada sejarah panjang dalam hubungan antara Tehran dan Kairo, namun setelah kemenangan Revolusi Islam Iran, karena normalisasi hubungan Mesir dengan rezim Zionis, hubungan Iran-Mesir terputus karena Perjanjian Camp David.
Setelah itu, dalam 43 tahun terakhir, hubungan kedua negara banyak mengalami pasang surut. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, karena perkembangan penting yang terjadi di kawasan Asia Barat, khususnya dimulainya kembali hubungan antara Iran dan Arab Saudi, alasan untuk menyelesaikan perselisihan dan melanjutkan hubungan bilateral antara Tehran dan Kairo telah tersedia.
Dengan dimulainya masa kepresidenan Sayid Ebrahim Raisi dan dimulainya pemerintahan ke-13 serta mengingat pendekatan baru terhadap kebijakan luar negeri Republik Islam Iran, khususnya perluasan hubungan dengan negara-negara Arab dan Islam, bukti menunjukkan bahwa simpul buta hubungan Iran-Mesir mulai terbuka. Sejak beberapa bulan terakhir, berita tentang pembicaraan antara Iran dan Mesir untuk memulihkan hubungan politik diberitakan hari demi hari.
Dengan demikian, langkah-langkah telah diambil untuk memulihkan hubungan antara Iran dan Mesir, dan menurut Fadahossein Maliki, anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Islam, dalam waktu dekat, hubungan antara Iran dan Mesir akan dipulihkan, dan kita akan menyaksikan pembukaan kedutaan besar di kedua negara.
Hubungan antara Iran dan Mesir sangat penting dalam beberapa aspek. Pertama, kedua negara memiliki kepentingan politik, ekonomi dan komersial yang besar di kawasan Asia Barat dan Afrika Utara, dan hubungan baik antara kedua negara dapat membuka cakrawala baru mengenai konsesi dan peluang di berbagai bidang bagi Tehran dan Kairo.
Di sisi lain, mengingat peran penting Iran dalam poros perlawanan dan peran regional Mesir, kerja sama kedua negara dan penerapan kesatuan posisi di bidang penanganan dan penyelesaian permasalahan regional, termasuk permasalahan Palestina, khususnya perang rezim Zionis melawan kelompok perlawanan Palestina di Gaza sangat penting. Selain itu, normalisasi hubungan antara Iran dan Mesir dianggap sebagai langkah penting menuju konsolidasi persatuan di dunia Islam dan mengambil posisi selaras melawan musuh Islam dan umat Islam.
Tentu saja, musuh-musuh Islam dan umat Islam, khususnya Amerika dan Israel, tidak senang dengan pembaruan hubungan antara Iran dan Mesir, dan menganggap hal ini sebagai pukulan besar terhadap upaya mereka untuk menciptakan perpecahan di dunia Islam. Oleh karena itu, dengan terus berlanjutnya proses peningkatan hubungan Iran dan Mesir, rezim Zionis berupaya mencegah terjadinya kesepakatan bersejarah antara Iran dan Mesir serta normalisasi hubungan kedua negara dengan mengirimkan utusan ke Kairo.