Persaingan antara Joe Biden dan Donald Trump pada pemilu presiden 2024 telah dipastikan setelah penentuan calon akhir dalam pemilu intra-partai dua partai besar Amerika, yakni Demokrat dan Republik usai.
Pada akhir pemilihan intra partai pada 12 Maret, Joe Biden, presiden saat ini dan kandidat dari Partai Demokrat, dan “Donald Trump”, mantan presiden dan kandidat dari Partai Republik, masing-masing mencapai hasil yang disyaratkan dari jumlah suara minimum, dan dengan demikian kedua pesaing harus mempersiapkan diri untuk kompetisi lain dalam pemi
lihan presiden pada bulan November. Biden tidak memiliki pesaing yang serius dalam pemilihan pendahuluan dan dengan mudah mencapai kuorum perwakilan yang diperlukan dari Konvensi Nasional Partai Demokrat . Untuk memenangkan Partai Demokrat, ia membutuhkan 1.968 suara dari anggota Konvensi Nasional Partai Demokrat, yang menurut statistik yang diumumkan, jumlah suaranya melebihi 2.100.
Sementara itu, Trump juga sedikit lebih keras, tetapi dengan cepat menyingkirkan para pesaingnya.
Penantang terakhirnya dalam pemilu adalah Nikki Haley, yang mengumumkan pengunduran dirinya setelah acara yang dikenal sebagai Super Tuesday. Untuk memenangkan Partai Republik, Trump membutuhkan sekitar 1.215 suara dari anggota Konvensi Nasional Partai Republik, yang menurut laporan yang dipublikasikan, suaranya telah melebihi jumlah tersebut.
Dengan demikian, dalam pemilu presiden November 2024, seperti empat tahun lalu, “Joe Biden” dan “Donald Trump” akan kembali bersaing memperebutkan kursi kepresidenan. Biden setelah kemenangannya dalam sebuah statemen pedas atas pandangan Donald Trump menyebut kampanya Trump sebagai “Kampanye kemarahan dan balas dendam yang mengancam fondasi pemikiran Amerika.”
Ia juga membela pencapaian ekonomi pemerintahannya, dimana popularitas Biden telah menurun dalam beberapa bulan terakhir. Posisinya dalam perang Gaza dan dukungan serta bantuan Amerika kepada rezim Zionis dalam genosida warga Palestina yang tinggal di Gaza telah membuat marah banyak pejabat dan warga Amerika.
Seperti yang diumumkan Gilani Hossein, direktur Dewan Hubungan Amerika-Islam cabang Minnesota beberapa waktu lalu: sejumlah besar Muslim Amerika berjanji untuk tidak mendukung presiden negara tersebut saat ini, Joe Biden, dalam pemilihan presiden AS tahun 2024, karena dukungannya terhadap perang Israel melawan Gaza.
Di sisi lain, setelah menang, Donald Trump kembali menyerang kebijakan Biden dan menyebut masa kepresidenannya sebagai “periode terlemah dalam sejarah Amerika”.
Dalam sebuah video yang dibagikannya di jejaring sosial, ia berkata: “Kita tidak punya waktu untuk merayakannya, sebaliknya kita harus fokus untuk mengalahkan Biden, karena dia adalah presiden terburuk dalam sejarah Amerika Serikat.” Trump sebelumnya menyalahkan Biden atas kegagalannya dalam kebijakan imigrasi dan menuduhnya sebagai “presiden terburuk” sepanjang masa.
Kini setelah ditentukan persaingan final antara Joe Biden dan Donald Trump, babak baru persaingan kedua kandidat pun dimulai. Kondisinya sulit bagi keduanya untuk menang.
Jajak pendapat menunjukkan bahwa imigrasi dan perekonomian merupakan pilihan penting bagi banyak warga Amerika, dan dalam kebijakan luar negeri, berakhirnya dukungan Amerika terhadap Israel sangatlah penting bagi para pemilih.
Trump memfokuskan kampanyenya pada kebijakan imigrasi yang ketat, termasuk memperketat keamanan perbatasan dan mendeportasi “imigran ilegal.” Dia berkata: Kami menutup perbatasan kami. Kami melakukan hal-hal yang belum pernah dilihat siapa pun sebelumnya. Kami ingin menjadikan perekonomian negara kami sebagai perekonomian terbaik di dunia.
Namun, banyak warga Amerika yang percaya bahwa Trump tidak pantas menduduki Gedung Putih jika ia terbukti bersalah dalam kasus kriminalnya, dan banyak juga yang menganggap kebijakannya radikal dan tidak menganggapnya cocok untuk menjadi presiden. Namun, Biden juga tidak punya banyak peluang untuk menang lagi. Kebijakan luar negeri Amerika dikritik oleh banyak warga negara ini. Pada saat yang sama, kesalahan Biden dan terkadang gangguan yang terlihat jelas telah membuat banyak orang Amerika enggan memilihnya.
Tampaknya dalam pemilihan presiden bulan November, rakyat Amerika harus memilih presiden berikutnya dari presiden saat ini dan presiden sebelumnya; dengan kata lain, mereka harus memilih Biden dan menuntut kelanjutan kebijakan saat ini, atau Memilih Trump untuk kembali ke situasi sebelumnya.