Purna Warta – Dalam perang brutal Zionis terhadap Jalur Gaza, sejauh ini 73 jurnalis telah gugur dan menjadi martir.
59 hari telah berlalu sejak perang rezim Zionis terhadap Jalur Gaza. Lebih dari 15.000 warga sipil, 70% di antaranya adalah anak-anak dan perempuan, menjadi martir dalam perang ini.
Jurnalis juga merupakan salah satu kelompok terpenting yang tidak luput dari pemboman yang disengaja oleh Zionis dalam perang ini. 73 jurnalis menjadi martir dalam 58 hari.
Jurnalis yang gugur syahid juga memiliki kewarganegaraan dari berbagai negara termasuk Palestina, Lebanon dan Turki.
Hanya pada hari Jumat (01/12/2023), yang merupakan hari pertama perang setelah berakhirnya gencatan senjata 7 hari, 3 jurnalis menjadi martir.
Muntaser Al-Sawaf dan Marwan Al-Sawaf, dua bersaudara yang merupakan jurnalis Kantor Berita Anadolu Turki, serta Abdullah Darwish, juru kamera dan reporter Jaringan Al-Aqsa, adalah tiga orang yang menjadi syahid pada hari Jumat.
Yang terjadi pada hari Jumat (1/12) adalah para jurnalis dengan sengaja dijadikan sasaran oleh rezim Zionis, di mana menurut hukum kemanusiaan internasional, kesengajaan menjadikan jurnalis dan warga sipil sebagai sasaran adalah sebuah contoh kejahatan perang.
Menurut hukum internasional, jurnalis harus mempunyai kebebasan dan perlindungan dalam melakukan pekerjaannya.
Kesalahan jurnalis yang paling penting adalah karena mereka berusaha meliput kejahatan Zionis, tapi seperti biasa, mereka menghadapi kejahatan rezim ini, dan kekerasan ini lebih banyak terjadi pada perang baru-baru ini.
Sementara negara-negara yang mengklaim kebebasan dan hak asasi manusia tetap bungkam menghadapi kematian 73 jurnalis, dan hanya beberapa orang dan institusi bereaksi terhadap kejahatan Zionis ini.
Dalam perang brutal Zionis terhadap Jalur Gaza, sejauh ini 73 jurnalis telah menjadi martir.
Mick Wallace, anggota Parlemen Eropa dari Irlandia, memublikasikan pesan di jejaring sosial X dan menulis, Pemerintah apartheid Israel menargetkan jurnalis yang berani mengungkap kejahatan perang mereka.
Reporters Without Borders menyatakan bahwa sejak tahun 2001, rezim Zionis telah membunuh puluhan jurnalis dan tidak memiliki akuntabilitas dalam hal ini, seraya menyatakan bahwa otoritas Zionis tidak memiliki keinginan untuk melindungi jurnalis dan dengan sengaja menargetkan mereka.
Hal penting lainnya adalah bahwa bersamaan dengan pembunuhan jurnalis di Gaza, media-media Barat, yang bersekutu dengan rezim Zionis, juga memecat jurnalis yang mengkritik kejahatan Zionis.
Sejauh ini, puluhan reporter media Barat, termasuk BBC, telah diskors dari pekerjaannya karena menerbitkan postingan yang mendukung Palestina di media sosial.
Terlepas dari pendekatan Barat dan rezim Zionis terhadap jurnalis, kejahatan Zionis tetap tidak tersembunyi dan opini publik dunia telah bergerak melawan kejahatan dan pembunuhan anak-anak oleh rezim Zionis.
Dalam sebuah pernyataan yang mendukung jurnalis, gerakan Hamas menulis, Kebijakan membunuh dan membamtai jurnalis tidak akan pernah bisa mengarah pada upaya menyembunyikan kebenaran terkait kejahatan Zionis Nazi terhadap anak-anak dan perempuan serta genosida rezim ini di bawah dukungan langsung dari jurnalis Presiden AS Joe Biden dan pemerintahan Zionisnya.