PurnaWarta — Agama Islam merupakan agama yang seimbang. Yakni tidak ada ifrat (berlebihan) dan tafrit (kekurangan) dalam ajarannya. Begitu pun ketika kita akan melakukan tafrih (sesuatu yang menyenangkan) salah satu yang harus kita ketahui adalah kita tidak boleh berlebihan ataupun kekurangan. Dengan kata lain kita harus menjaga keseimbangan.
Dengan keseimbangan tersebut maka tafrih yang kita lakukan akan bermanfaat bagi kita dengan kata lain kita telah melakukan tafrih salim.
Bisa jadi ketika kita berlebihan dalam melakukan tafrih maka bukannya kita mendapatkan manfaat dari tafrih tersebut melainkan kita akan mendapatkan bahaya atau poin negatif pada diri kita.
Misalnya kita mengetahui bahwa renang merupakan olahraga yang diajarkan oleh agama Islam dan tentunya renang akan memberikan manfaat pada kita. namun apabila kita renang seharian atau selama 12 jam kita berada di kolam renang maka bukannya kesehatan yang akan kita dapatkan akan tetapi bahaya dan mungkin tubuh kita akan kedinginan dan akhirnya menjadi sakit.
atau kebalikannya bahwa kita mengetahui makan merupakan sebuah pekerjaan yang memberikan kita tenaga untuk melakukan kewajiban kita sehari-hari. nah ketika kita mempunyai pekerjaan yang sangat banyak akan tetapi kita hanya makan dengan porsi sedikit atau bahkan sangat sedikit maka hal ini akan membahayakan tubuh kita. Tubuh kita akan menjadi lemas dan jika dipaksakan bekerja maka kita akan menjadi sakit.
Maka dari itu agama Islam menasihati kita untuk menjaga keseimbangan dalam kegiatan sehari dengan membaginya menjadi tiga bagian.
يَا بُنَيَّ إِنَّ مِنَ الْبَلَاءِ الْفَاقَةَ وَ أَشَدُّ مِنْ ذَلِكَ مَرَضُ الْبَدَنِ وَ أَشَدُّ مِنْ ذَلِكَ مَرَضُ الْقَلْبِ وَ إِنَّ مِنَ النِّعَمِ سَعَةُ الْمَالِ وَ أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ صِحَّةُ الْبَدَنِ وَ أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ تَقْوَى الْقُلُوبِ يَا بُنَيَّ لِلْمُؤْمِنِ ثَلَاثُ سَاعَاتٍ سَاعَةٌ يُنَاجِي فِيهَا رَبَّهُ وَ سَاعَةٌ يُحَاسِبُ فِيهَا نَفْسَهُ وَ سَاعَةٌ يُخَلِّي فِيهَا بَيْنَ نَفْسِهِ وَ لَذَّتِهَا فِيمَا يَحِلُّ وَ يَجْمُلُ وَ لَيْسَ لِلْمُؤْمِنِ بُدٌّ مِنْ أَنْ يَكُونَ شَاخِصاً فِي ثَلَاثٍ «1» مَرَمَّةٍ لِمَعَاشٍ أَوْ خُطْوَةٍ لِمَعَادٍ أَوْ لَذَّةٍ فِي غَيْرِ مُحَرَّمٍ.[1]
كشف الغمة في معرفة الأئمة( ط- القديمة)، ج 1، ص 385
Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berwasiat kepada putranya Hasan bin Ali. Di antara perintah-perintah itu adalah bahwa dia berkata: “Anakku! Sesungguhnya kemiskinan adalah salah satu cobaan ilahi, dan penyakit yang berada di tubuh lebih parah dari itu, dan penyakit hati [dan jiwa] lebih parah dari itu, dan di antara nikmat Allah adalah perluasan rezeki dan lebih tinggi dari kesehatan tubuh dan lebih tinggi dari itu adalah ketaqwaan hati. Anakku, ada tiga jam bagi seorang mukmin: waktu dia berdoa kepada Tuhannya, waktu bekerja, dan waktu dia menikmati kesenangan yang halal dan kesenangan jiwa. Seorang mukmin harus membagi waktunya menjadi 3: Mengatur urusan hidup, berusaha untuk akhirat dan menikmati kesenangan yang tidak haram.”
Dari hadits di atas dipahami bahwasanya imam menjelaskan mengenai kesehatan badan dan ruh sebelum menjelaskan pembagian waktu. menurut penulis sendiri, tentunya keduanya berhubungan antara satu sama lain.
Ketika kita mampu dengan seimbang membagi waktu kita untuk beribadah, bekerja, dan tafrih maka kita tentunya akan mendapatkan kesehatan badan dan ruh yang mana keduanya adalah nikmat yang sangat besar yang harus disyukuri. maka dari itu Islam juga menasihati kita untuk menyediakan waktu healing dalam sela-sela menjalani kehidupan kita.