Purna Warta — Kisah pernikahan Imam AIi as dan Sayyidah Fatimah as penuh dengan keindahan seperti kisah perkawinan Rasul Saw dan Sayyidah Khadijah a.s. Ini adalah kisah pernikahan antara dua cahaya dan pernikahan yang penuh dengan berkah samawi. Perikahan antara ini berlangsung pada tahun kedua Hijriyah.
Sebelumnya banyak orang yang berminat untuk mengambil Sayidah Fatimah a.s sebagai istrinya dan menjadikannya sebagai bagian dari keutamaan mereka. Dengan berbagai cara, mereka ungkapkan keinginannya kepada Nabi Saw.
Hingga suatu ketika Imam Ali as pergi sendiri menghadap Nabi Saw untuk melamar putrinya. la sangat malu untuk mengutarakan niatnya hingga Nabi Saw dengan raut muka gembira bertanya kepadanya, “Untuk apa kamu datang?, sepertinya kamu datang untuk melamar Fatimah?”
“Benar wahai Rasulullah!”
“Sebelum kau, banyak orang telah datang kepadaku dengan niat sama. Tapi setiap kali aku berunding dengan Fatimah, ia tidak menjawab lamaran mereka. Aku pun ridha dengan apa yang diridhai olehnya. Tunggulah sebentar supaya aku memberitahu Fatimah tentang niatmu.”
Nabi Saw datang menemui putrinya dan berkata kepadanya, “Anakku, Ali anak pamanku datang melamarmu. Dia bukan orang asing bagimu dan kamu sudah tahu keutamaannya. la ingin menjadikanmu sebagai istrinya. Apa pendapatmu?”
“Wahai Rasulullah, engkau Iebih berhak untuk memberi pendapat.”
“Anakku, sesunguhnya Allah telah mengizinkanmu menikah dengannya.” Sambil tersenyum gembira, Fatimah berkata, “Aku ridha dengan apa yang diridahi oleh Allah dan Rasul-Nya.”
Nabi Saw lalu datang menemui Ali as dan mengabarkan persetujuan putrinya. Beliau bertanya, “Wahai Ali, putriku setuju untuk menikah denganmu. Mahar apa yang hendak kau berikan kepadanya?”
“Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu wahai Rasulullah, engkau sendiri tahu keadaan hidupku. Semua hartaku hanyalah sebilah pedang, baju besi dan seekor unta.”
“Wahai Ali, pedangmu akan kau gunakan untuk berjihad dan untamu akan kau gunakan untuk mengambil air dan mengangkut barang. Karena itu, juallah baju besimu.”
Imam Ali as lalu pergi menjual baju besi yang merupakan ghanimah dari perang Badar seharga 380 atau 500 Dirham dan menyerahkan uangnya kepada Nabi saw. Beliau membaginya menjadi tiga bagian; Sepertiga untuk membeli perlengkapan rumah, sepertiga untuk minyak wangi, dan sisanya beliau serahkan kepada Ummu Salamah senbagai amanat. Menjelang malam pernikahan, ia menghadiahkannya kepada Imam Ali a.s hingga ia bisa menyiapkan walimah pernikahan.
Nabi saw menyuruh sebagian sahabatnya untuk menyiapkan perlengkapan rumah putri tercintanya. Ammar bin Yasir, Bilal Habsyi dan Salman pergi ke pasar untuk menyiapkan perlengkapan rumah bagi dua kekasih Nabi Saw ini. Sebagian sejarawan menyebutkan bahwa Miqdad Bin Aswad Al-Kindi juga termasuk para sahabat yang menyiapkan perkakas rumah Imam Ali a.s. Alhasil, para sahabat melaksanakan tugas mereka dan membawa barang-barang yang mereka beli kepada Nabi Saw. Beliau membolak-balikkan barang-barang itu dan bersabda, “Semoga Allah memberkati penghuni rumah ini.”
Rasulullah Saw telah menyediakan segala hal yang diperlukan oleh kedua mempelai untuk memulai hidup baru. Meski semua peralatan ini sangat sederhana dan bersahaja, tapi bukan berarti tidak memiliki nilai. Tentunya, dari sisi materi tidak bisa dibandingkan dengan peralatan rumah para pengantin Quraisy zaman itu. Yang pasti, prinsip keadilan dan penghematan harus dijaga di setiap masa, karena qanaah adalah kerajaan yang abadi dan ketamakan adalah kefakiran yang kekal.
Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Saw menikahkan putrinya dengan Ali a.s dan, Sayidah Fatimah sendiri yang menentukan maharnya, ia berkata, “Wahai Rasulullah, semua wanita bersuami menentukan kadar mahar nikah mereka sendiri. Lalu, apa perbedaan mereka denganku? Aku ingin Anda kembalikan maharku kepada Ali dan Anda mohonkan kepada Allah supaya menjadikan syafaatku bagi umatmu sebagai mahar nikahku.”
Jibril as lalu turun sambil membawa sehelai kertas sutra yang bertuliskan: “Allah telah menjadikan syafaat Fatimah bagi umat ayahnya sebagai mahar nikahnya.”
Oleh karena itu, menjelang wafatnya, Sayyidah Fatimah a.s berwasiat untuk meletakkan kertas ini dalam kafannya. Ketika wasiatnya dilaksanakan beliau berkata, “Di hari kiamat, aku akan memegang kertas ini dan memberikan syafaat kepada orang-orang yang berdosa dari umat ayahku.”
Prosesi Pernikahan
Di hadapan para penduduk Madinah dan para pembesar Quraisy, setelah memanjatkan puja dan puji kepada Allah SWT, Rasulullah Saw membaca akad nikah dan berkata, “Sesungguhnya Allah telah memerintahkanku untuk menikahkan putriku Fatimah a.s dengan saudaraku dan anak pamanku, Ali bin Abi Thalib..”
Kemudian beliau duduk dan berkata kepada Ali as, “Wahai Ali, bangkit dan bacalah khotbah nikahmu.”
Ali a.s menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku berkhotbah di hadapanmu?”
Beliau menjawab, “Jibril memerintahkanku untuk menyuruhmu membaca khotbah nikah.”
Ali a.s lalu berdiri dan setelah memuji Allah lalu mengucapkan salam atas Rasul Saw, beliau mengakhiri khotbahnnya dengan berkata, “Menikah adalah hal yang diperintahkan Allah dan diizinkan oleh-Nya. Majelis ini adalah majelis yang dilangsungkan atas perintah-Nya dan diridhai oleh-Nya. Sekarang ini, Muhammad bin Abdullah telah menikahkan putrinya Fatimah denganku dengan mahar 400 Dinar. Saksikanlah bahwa aku rela dengan akad ini. Mintalah kalian kesaksian dari Rasulullah.”
Hadirin lalu menanyakan kesaksian Rasulullah Saw. Beliau mengiyakan ucapan Ali a.s dan menyebutnya sebagai menantu yang pantas. Para hadirin lalu mengucapkan selamat kepada Imam Ali a.s. Majelis pernikahan itu diakhiri dengan jamuan kurma.