HomeLainnyaIslamiMengapa Perlu Menghidupkan Majelis Asyura?

Mengapa Perlu Menghidupkan Majelis Asyura?

oleh: Ismail Amin Pasannai

Majelis Asyura adalah majelis yang dibuat oleh pecinta-pecinta Imam Husain as di malam-malam pertama bulan Muharram untuk mengenang peristiwa tragis dalam dunia Islam, terbantainya keluarga Nabi Muhammad saw di Padang Karbala tahun 61 H silam.

Majelis ini dimulai dari 1 Muharram sampai pada puncaknya 10 Muharram yang dikenal dengan sebutan Hari Asyura. Pada sebagian tempat tetap dilanjutkan untuk malam ke 11 dan 12. Untuk di Iran, majelis ini terselenggara di masjid-masjid dan husainiyah-husainiyah seusai salat Isya. Diawali dengan pembacaan bersama 1-2 halaman Alquran yang dikomandoi oleh qari, dilanjutkan dengan ceramah oleh seorang muballigh. Biasanya 5 menit pertama dari ceramah tersebut disampaikan penjelasan fiqh atau hukum dari suatu amalan harian. Ini dilakukan karena memanfaatkan kehadiran jamaah yang jumlahnya sampai ribuan orang, sehingga hukum-hukum fiqh amalan harian yang kadang lalai dipelajari bisa tersampaikan kepada jamaah. Kemudian dilanjutkan ceramah mengenai arti pentingnya menghidupkan majelis Asyura.

Kisah-kisah dari para pelakon Karbala mengalir dari lisan para penceramah, baik yang antagonis maupun dari para pahlawan Karbala, sebab dari keduanya kita bisa mengambil ibrah dan untuk tahu, hakekatnya posisi kita berada di mana, di kafilah Imam Husain as atau bersama dengan para musuhnya. Peristiwa Asyura bukan episode masa silam yang terputus kaitannya dengan kekinian. Melainkan sejatinya tetap terjadi sampai hari ini. Inilah makna dari semboyan, Kullu Yaumin Asyura, Kullu Ardin Karbala, semua hari adalah Asyura, semua tempat adalah Karbala. Setiap hari kita sedang dalam pertarungan dan setiap tempat adalah medan pertempuran.

Dengan hadir pada majelis Asyura dan merawat kenangan atas peristiwa tragis yang menimpa keluarga Nabi saw, kita akan sadar betapa Islam terus berada dalam bahaya dan ancaman kepunahan. Kita akan tahu, bahwa tanpa pengorbanan dan nilai-nilai altruisme dari Imam Husain as, keluarga dan pembelanya, Islam Muhammadi hanya akan tinggal nama, tergantikan oleh Islam Umawi yang menjadikan Islam hanya kedok untuk mengeruk keuntungan duniawi dan mempertahankan status quo.

Majelis Asyura berperan untuk menarik adegan-adegan di Karbala pada konteks kekinian, tentang bagaimana memberikan gambaran utuh etos perlawanan sekaligus menunjukkan kekonsistenan Imam Husain as dan pahlawan Karbala dalam menentang rezim yang zalim. Petikan jawaban tegas Imam Husain as yang diabadikan dalam lembar-lembar kitab sejarah ketika diminta untuk memberikan baiatnya pada kekhalifahan Yazid bin Muawiyah, “Orang seperti aku, tidak akan memberikan baiat pada orang seperti Yazid”, menunjukkan bahwa Imam Husain as memberikan pelajaran moral, bahwa siapapun yang mengaku pengikut, pecinta, pembela dan mentautkan dirinya hendak menjadi seperti dirinya, maka tidak akan memberikan baiat, persetujuan apalagi berada dalam barisan penguasa zalim seperti Yazid.

Majelis Asyura mengingatkan, disetiap hari akan bermunculan Yazid-Yazid baru, dan disetiap tempat akan berkuasa Yazid-Yazid baru, karena itu Majelis Asyura penting dihidupkan, disemarakkan dan diramaikan, yang darinya diharap bisa lahir Husain-Husain baru, yang tidak hanya berdiri tegak menentang kezaliman Yazid namun menjadi pioner keruntuhan otoritarianisme.

Majelis Asyura berperan menghidupkan kembali teologi pembebasan Islam. Bahwa hakekat Islam sejatinya adalah membebaskan manusia pada penghambaan pada manusia lainnya, dan hanya menghambakan diri pada Allah swt. Sehingga dengan semangat itu wajar jika Anbiyah as dan orang-orang salih menjadi agen pembebasan di tempat dan masanya masing-masing. Bagaimana Nabi Ibrahim as muncul menjadi sosok yang menakutkan bagi raja Namrudz, Nabi Musa as yang membebaskan Bani Israil dari kezaliman Firaun, Nabi Isa as menjadi ancaman bagi kedigdayaan emperium Romawi dan Nabi Muhammad saw yang membawa kabar buruk bagi semua penguasa zalim.

Kesaktian Majelis Asyura telah memberi bukti. Di Iran, dengan semangat Husaini, tanpa kekuatan senjata, kekuasaan despotik Pahlevi yang sempat merayakan 2000 tahun Imperium Persia kini tinggal nama dalam lembaran sejarah. Majelis Asyura bukan sekedar majelis tempat mengenang duka Ahlulbait as semata. Bukan sekedar tempat menumpahkan airmata kesedihan turut merasakan kepedihan Sayidah Fatimah sa atas terbantainya putra kesayangan. Majelis Asyura bukan sekedar itu.

Majelis Asyura adalah majelis perlawanan. Tempat anak-anak muda dididik dan dikader dengan semangat pemberontak. Majelis yang memproduksi pemahaman keagamaan bahwa Islam adalah teologi pembebasan yang harus memberikan pembelaan pada mereka yang tertindas dan terpinggirkan secara sosial. Majelis yang memperkenalkan setan dan iblis bukan hanya sebagai makhlus halus melainkan juga kekuasaan yang memperkosa nilai-nilai kemanusiaan. Majelis yang merawat ingatan bahwa unsur dari setiap adegan yang terjadi pada peristiwa Asyura adalah kekuatan gerakan.

Majelis Asyura mendedahkan, prinsip dari perlawanan Imam Husain as di padang Karbala di Hari Asyura adalah demi tegaknya keadilan, penentangan pada kezaliman dan kembalinya ruh agama sebagai kekuatan radikal dan progresif dalam membebaskan mereka yang tertindas.

Mari menghidupkan Majelis Asyura, meski rezim zalim dan para pengikutnya tidak suka. Minimal hidupkan di hatimu. Agar api Islam turut berkobar di hatimu.

 

Must Read

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here