Mencari Islam yang Menjadi Rahmat bagi Sekalian Alam

islam rahmatalil alamin

Dengan berkoar-koar, Islam adalah agama rahmatallil ‘alamin, sekelompok orang memaksakan kehendaknya untuk berkuasa atas banyak manusia. Yang pada kenyataannya, yang mereka ciptakan adalah bencana kemanusiaan. Yang mereka tebar bukan rahmat, tapi kesumat. Mengapa? karena mereka menyingkirkan Nabi Muhammad saw dalam mereka memahami dan mengamalkan Alquran.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam

(Q. Al-Anbiya: 107)

Pada ayat ini secara terang Allah swt mengabarkan bahwa Nabi Muhammad saw diutus untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam, jadi yang menjadi rahmat bagi sekalian alam, adalah Nabi Muhammad saw.

Hujan kadang menjadi rahmat, kadang menjadi bencana. Kekayaan kadang menjadi rahmat, kadang menjadi bencana. Anak atau keturunan kadang menjadi rahmat, kadang menjadi bencana. Sebagaimana halnya kunci, bisa dipakai untuk membuka pintu, dan juga bisa dipakai untuk menguncinya. Jika hampir semua hal lainnya memiliki dua kemungkinan, Nabi Muhammad saw tidak memiliki kemungkinan lain, selain menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Jadi, sekali lagi, yang menjadi rahmat bagi sekalian alam adalah Nabi Muhammad saw.

Namun dalam banyak kesempatan, kita lebih sering mendengar ayat ini dijadikan dalil untuk menegaskan Islam sebagai agama rahmat untuk sekalian alam. Itu tidak salah. Namun titik tekan sesungguhnya, ada pada Nabi Muhammad saw nya, bukan pada Islam nya.

Mengapa? Karena Islam hanyalah konsep. Islam adalah ‘ide-ide’, ajaran-ajaran, ‘gagasan’, cita-cita. Islam adalah manifesto. Yang itu tidak bisa terwujud dan terealisasi jika tidak dijalankan. Islam tidak bisa menjadi rahmatallil ‘alamin, jika tidak diaplikasikan. Ajaran-ajaran Islam yang termaktub dalam Alquran menjadi rahmat karena yang membawa, menyampaikan dan yang mencontohkannya adalah Nabi Muhammad saw, sang rahmat untuk sekalian alam.

Pada ayat ini:

وَمَا كُنْتَ تَرْجُو أَنْ يُلْقَىٰ إِلَيْكَ الْكِتَابُ إِلَّا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۖ

Dan kamu (Muhammad) tidak pernah mengharap agar Alquran diturunkan kepadamu, tetapi Al Qur’an diturunkan karena suatu rahmat yang besar dari Rabbmu… (Qs. Al-Qasas: 86)

menerangkan bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah meminta Alquran diturunkan kepadanya, namun Allah swt menurunkan kepadanya sebagai rahmat dari Allah swt. Mengapa Alquran yang merupakan rahmat-Nya, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw? karena untuk menjalankan misinya diutus, yaitu menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Jadi rumusnya: Nabi Muhammad saw + Alquran (rahmat yang besar dari Allah) = Rahmat bagi sekalian alam.

Tanpa Nabi Muhammad saw, Alquran tidak akan pernah menjadi rahmat bagi sekalian alam. Tanpa menggabungkan Nabi Muhammad saw dan Alquran, Islam tidak pernah menjadi agama yang menebarkan rahmat bagi sekalian alam. Nabi Muhammad saw dan Alquran tidak bisa dipisahkan. Karena itu pula dikenal sebutan, Nabi Muhammad saw adalah Alquran yang berjalan. Alquran yang berusaha dipahami sendiri tanpa melandaskan dari apa yang telah diajarkan dan dijalankan Nabi saw, bukan hanya tidak memberi rahmat, tapi bisa membawa petaka.

Dengan berkoar-koar, Islam adalah agama rahmatallil ‘alamin, sekelompok orang memaksakan kehendaknya untuk berkuasa atas banyak manusia. Yang pada kenyataannya, yang mereka ciptakan adalah bencana kemanusiaan. Yang mereka tebar bukan rahmat, tapi kesumat. Mengapa? karena mereka menyingkirkan Nabi Muhammad saw dalam mereka memahami dan mengamalkan Alquran. Padahal rahmatallil ‘alamin itu ada pada pribadi Nabi Muhammad saw, bukan pada Alquran yang mereka pahami secara serampangan. Karena itu pula, tidak jarang kita dipertemukan pada kenyataan, katanya partai Islam, tapi anggota partainya malah banyak koruptornya, katanya mau tegakkan syariat Islam, tapi malah menebar horor dan teror.

Dalam Tafsir al-Amtsal, Ayatullah Makarim Shirazi mengatakan rahmat bagi sekalian alam, maksudnya adalah Nabi Muhammad saw tetap terus menjadi rahmat, baik bagi manusia di masanya, maupun manusia di masa setelahnya, sampai manusia yang hidup di akhir zaman. Lantas, bagaimana Alquran dan Islam hari ini masih tetap bisa menjadi rahmat disaat Nabi Muhammad saw tidak lagi hidup secara fisik di dunia ini?.

Dalam literatur Sunni dan Syiah, Rasulullah saw menyampaikan wasiatnya, “Kutinggalkan kepadamu dua peninggalan (al-Tsaqalain), kitab dan Ahlulbaitku. Sesungguhnya keduanya tidak akan terpisah, sampai keduanya kembali kepadaku di Alhaudh.”

So, jelas, Islam hanya bisa menjadi rahmat bagi sekalian alam, jika memadukan antara Alquran dan Ahlulbait. Islam inilah yang membuat gentar dan takut orang-orang kafir. Sebab Islam yang tanpa menyertakan peran Ahlulbait di dalamnya, adalah Islam tanpa greget, Islam yang bukan membawa manusia pada derajat yang sempurna, tapi malah menjebak manusia pada bencana. (IAP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *