Purna Warta — Setelah kita membahas hubungan antara kebaikan dalam alam semesta, kali ini penulis akan menyuguhkan makna dunia dan akhirat menurut ilmu akhlak.
Makna Dunia dan Akhirat Menurut Ilmu Akhlak
Dalam ilmu akhlak, makna dunia akan menjadi berlawanan dengan makna akhirat. yakni para ulama akhlak jika mereka mengatakan bahwa dunia dan akhirat itu tidak akan pernah bertemu yakni bermakna bahwa jika kita ingin mendapatkan kebahagiaan di akhirat maka kita harus meninggalkan dunia.
Kalau boleh, mungkin kata dunia dalam ilmu akhlak adalah sebagai sesuatu yang buruk sedangkan akhirat adalah sesuatu yang baik. Akan tetapi, esensinya, segala yang Allah swt ciptakan adalah sesuatu yang baik. Alladzi ahsana kulla syaiin khlaqah. Jika dunia dalam ilmu akhlak bermakna sesuatu yang buruk, yang dimaksud adalah mencintai dunia. Seperti yang difirmankan Allah swt dalam al-Quran;
مَنْ كانَ يُريدُ حَرْثَ الْآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ في حَرْثِهِ وَ مَنْ كانَ يُريدُ حَرْثَ الدُّنْيا نُؤْتِهِ مِنْها وَ ما لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ نَصيب
“Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barang siapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan di dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat.” (Surah Asy-Sura, ayat 20).
Jika kita mengatakan menginginkan akhirat yakni bermakna bahwa kita cinta dan mempunyai ketergantungan pada akhirat. lalu jika kita mengatakan menginginkan dunia maka kita mencintai dunia. Di sinilah ketika kata dunia disandingkan dengan akhirat maka makna yang sampai menjadi hakikatya bukan menjadi sesuatu yang buruk, namun lebih bermakna sesuatu yang menghinakan.
Lalu apakah dunia dan akhirat menurut ilmu akhlak akan bisa menyatu? Tentu saja jawabannya adalah tidak. Namun bukan berarti bahwa ketika kita menginginkan dunia maka kita tidak bisa menginginkan akhirat. jika kita mencari dan menginginkan dunia dikarenakan Allah swt maka hakikatnya kita sedang menginginkan akhirat.
Misalnya saja, ketika kita bekerja setiap hari sehingga bisa menghasilkan uang lalu dengan uang tersebut kita bisa memberikan nafkah yang halal pada keluarga, membiayai pendidikan anak-anak, membantu tetangga, membangun masjid, maka hakikatnya kita tidak mencari untuk dunia akan tetapi kita mencari untuk akhirat.
Sekali lagi, jika dunia dimaknai sesuatu yang menghinakan dan akhirat dimaknai dengan sesuatu yang sangat mulia maka keduanya tidak bisa bersatu.