PurnaWarta — Kata Ied dalam al-Quran hanya muncul sebanyak satu kali. Yaitu dalam surat al-Maidah ayat 114. Ayat ini berhubungan dengan Nabi Isa as dengan pengikutnya. Secara ringkas, bisa juga dikatakan bahwa Nabi Isa as memohon kepada Allah untuk menurukan makanan dari langit dan menjadikan hari itu sebagai hari raya untuk orang-orang di jamannya dan untuk mereka yang ada di masa yang akan datang, juga sebagai tanda Kekuasaan Ilahi.
Terjemahan ayat itu berbunyi, “Isa putra Maryam berdoa:” Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama.”
Selain di ayat ini kata Ied tidak ditemukan lagi dalam al-Quran.
Yang sering didengar oleh kita, Ied bermakna kembali. Dan ketika ia disandingkan dengan kata fitri maka sebagian cendekiawan menafsirkan bahwa makna iedul fitri adalah kembali kepada fitrah atau keadaan suci. Namun pemaknaan ini kurang cocok apabila ia harus disandingkan dengan kurban atahu ghadir.
Ketika Ied dimaknai dengan kembali maka Jawady Amully menafsirkan bahwa ied adalah penyebutan untuk hari-hari raya yang bahagia yang mana ia kembali dan datang setiap tahunnya. Atau bisa juga kita katakan bahwa hari raya itu setiap tahun ia kembali. Yang menjadi fokus penulis adalah kembali setiap tahunnya atau adanya pengulangan di setiap tahunnya. Maka bisa disimpulkan salah satu sifat dari hari raya adalah kembali di setiap tahun dan menurut penulis pemaknaan ini lebih cocok dengan arti “kembali”.
Selain itu, biasanya sebuah hari disebut dan dijadikan hari raya, tatkala di sana terdapat sebuah kejadian yang amat penting. Misalnya untuk ayat di atas, kejadian yang pentingnya adalah turunnya makanan dari langit yang mana salah satu dari hikmah turunnya makanan dari langit adalah membuktikan Kekuatan Ilahi yang tidak terbatas. Yang mana Jawady Amully menulis dalam tafsirnya bahwa para pengikut Nabi Isa waktu meminta kepadanya berkata “Hal yastathii’? (Apakah Dia mampu)”. Namun Nabi Isa as dengan indahnya memohon “Allahumma Rabbana” yang artinya aku memohon kepada Allah Tuhan Kami. Yang mana beliau ingin mengatakan bahwa selain Dia mampu untuk hal kecil seperti itu, Dia juga mempunyai kedudukan yang lebih agung yaitu Tuhan dan Rabb kita.
Misalnya juga hari raya Iedul Fitri, yang mana sebelumnya selama sebulan penuh kita berpuasa, sehingga Allah swt menjadikan satu hari untuk dijadikan hari raya sebagai tanda kemenangan kita telah patuh dan tunduk pada perintah Ilahi yang telah dilaksanakan oleh umat terdahulu. Atau Iedul Adha atau Kurban terdapat cerita nabi Ibrahim as dengan nabi Ismail as. Atau Iedul Ghadir yang mana hari itu adalah hari diangkatnya Amirul Mukminin sebagai washi Nabi saw. Hal-hal tersebut merupakan sebuah kejadian dan peristiwa-peristiwa yang amat besar.