PurnaWarta — Imam Shadiq ra berkata, “Berpuasalah sehingga syahwatmu menjadi berkurang. Namun jangan berpuasa jika puasa mu menghalangimu dari shalat. Itu semua karena shalat lebih baik dari pada berpuasa.” (Hikmah Narasi Luqman, hadits no 100011)
Berpuasa yang dimaksud dalam hadits di atas adalah puasa sunah atau mustahab. Yakni ketika syahwat seseorang sedang menggebu-gebu maka salah satu cara mengontrolnya adalah dengan cara berpuasa. Adapun demikian dengan berpuasa maka syahwat seseorang akan berkurang.
Tentunya puasa di bulan suci Ramadhan pun demikian. Bahwa puasa Ramadhan mampu mengurangi dan mencegah seseorang dari mengikuti hawa nafsunya karena itu akan membatalkan puasa wajibnya jika ia sengaja membatalkannya maka ia harus membayar kafarah sesuai yang berlaku.
Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai hadits di atas adalah tentunya jika puasa kita menghalangi kita untuk melakukan shalat wajib maka tinggalkanlah puasa kita (secara dzahir dipahami demikian). Yakni ketika kita melakukan puasa mustahab dan sunah akan tetapi kita jadi tidak punya tenaga untuk melakukan shalat maka menurut hadits di atas shalat adalah lebih baik dari pada berpuasa.
Selayaknya kita membatalkan puasa sunah kita dan bisa melaksankan shalat sesuai dengan adab-adabnya. Misalnya kita melaksanakan shalat dengan penuh cinta dan gairah seperti layaknya ingin bertemu dengan seseorang yang kita cintai. Hal ini tentunya lebih disukai oleh Allah swt ketika kita melaksanakan shalat dengan loyo, tidak bergairah, dan melakukannya hanya sekedar melaksanakan tugas.
Maka dari itu Imam Shadiq ra mengatakan bahwa batalkanlah puasa mustahab kita apabila menghalangi kita dari ibadah shalat wajib kita.