PurnaWarta — Ketika kita sampai di sepuluh hari penghujung bulan Ramadhan, salah satu perkara yang hadir dalam benak kita adalah malam qadr. Sebenarnya sudah kita mengetahui malam Qadr tersebut?
Kalau kita bersama-sama mengulang dan membaca surah qadr sekali lagi, kita akan mengetahui bahwa malam qadr adalah sebuah malam di mana al-Quran diturunkan. Setelah itu, Tuhan bertanya “Wa ma adraka maa lailatul qadr?” bahwa sejauh mana kita mengetahui malam qadr? Karena ketidak tahuan kita maka Tuhan berfirman “Lailatul qadri khairum min alfi shahriin…” bahwa malam qadr adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan yang mana di malam itu, malaikat-malaikat dan ruh-ruh suci turun memenuhi bumi dan menyampaikan salam kepada kita.
Diturunkanya Al-Quran Di Malam Qadr
Mungkin di benak teman-teman timbul pertanyaan seperti ini, apakah benar al-Quran diturunkan pada salah satu malam di bulan ramadhan? Bukankah al-Quran pertama kali diturunkan di hari pengangkatan Nabi saw di bulan rajab dengan surat al-A’laq?
Kalau kita merujuk pada ayat “Shahru ramadhana alladzi unzila fiihil quranu hudan linnasi wa bainnati minal huda”[1] dalam ayat ini dikatakan bahwa bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan. Sekarang kita mendapatkan bahwa al-Quran turun di bulan ramadhan. Lalu bagaimana dengan bulan rajab?
Setelah itu, mana yang benar apakah al-Quran turun di salah satu bulan ramadhan atau bulan rajab yaitu bulan pengangkatan kenabian Nabi Muhammad saw? Untuk menjawab pertanyaan ini maka kita harus mengetahui bahwa terdapat pembagian turunnya al-Quran.
- Turun secara berangsur-angsur: al-Quran turun dari awal malam pengangkatan kenabian sampai akhir hayat nabi Muhammad saw.[2]
- Turun secara sekaligus: Turunnya hakikat dan maarif al-Quran ke dalam hati suci Nabi saw secara sekaligus.[3]
Dari penjelasan di atas maka kita akan memahami bahwa yang dimaksud bahwa al-Quran turun di malam qadr adalah turunnya hakikat dan maarif al-Quran secara sekaligus pada hati Nabi Muhammad saw. Jadi tidak ada pertentangan dengan kedua hal ini.
[1] Surat al-Baqarah, ayat 185
[2] Sayid Hadi Muhadits, Hamid Safar harandy, dan Abu Fadhl A’lamy, Amuzesh-e Tarjumeh va Mafahiim-e Quran-e Kariim, Penerbit Tahsin, Qum, 1388 (Tahun Persia), hlm. 124.
[3] ibid