Kemuliaan bulan Sya’ban turut dihiasi dengan kelahiran manusia-manusia agung dalam sejarah Islam. Hari kelima bulan Sya’ban bertepatan dengan hari kelahiran salah satu keluarga suci Rasul Saw yaitu Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad as. Saat ini, kita merayakan dan mengenang figur-figur agung ini karena perilaku dan cara hidup mereka merupakan petunjuk menuju jalan kebahagiaan dan kesuksesan. Meski mempelajari kembali sejarah kehidupan mereka secara singkat, namun dapat menyegarkan jiwa kita dan mengantarkan manusia pada dunia keindahan.
Imam Sajjad as dilahirkan pada tanggal 5 Sya’ban tahun 38 Hijriah di kota Madinah. Beliau as selama hidupnya mempertahankan pelita petunjuk agama Islam di masa yang suram dan penuh dengan fitnah, sekaligus meneruskan revolusi agung ayahnya Imam Husein as. Imam Sajjad as menyandang sifat-sifat mulia dan keutamaan luhur yang diwariskan dari ayahnya. Peristiwa Karbala terjadi saat Imam Sajjad as belum berumur 23 tahun. Saat itu, beliau tidak mampu turun ke medan perang karena berada dalam kondisi sakit.
Sejarah menunjukkan bahwa peristiwa itu merupakan kehendak Tuhan agar Imam Sajjad as tetap hidup untuk meneruskan pengibaran bendera petunjuk umat Islam setelah ayahnya, Imam Husein as. Masa kehidupan Imam Sajjad as dibarengi dengan kondisi yang sangat sulit dan rumit bagi Ahlul Bait Rasulullah. Pada masa genting itu, para khalifah Dinasti Bani Umaiyah berupaya menjatuhkan kedudukan dan martabat Ahlul Bait as di mata masyarakat. Keadaan ini sangat menyusahkan Ahlul Bait Nabi as termasuk Imam Sajjad as.
Dalam kondisi ini, Imam Sajjad dituntut mengambil langkah yang bijak dan arif. Imam Sajjad as selain memberantas propaganda miring para khalifah Bani Umaiyah dan mengikis pengkaburan realita di tengah masyarakat, juga menyebarluaskan dan mengokohkan pemikiran-pemikiran Islam. Imam Sajjad as di masa penawanan setelah peristiwa Karbala, selalu menekankan perang melawan kezaliman, penindasan, dan ketidakadilan. Dengan metode cakap, Imam Sajjad as mampu mengabadikan peristiwa kebangkitan Imam Husein as di tengah masyarakat. Program Imam Sajjad as kala itu adalah berupaya melestarikan peristiwa Karbala dan mengokohkan nilai-nilai kebangkitan Imam Husein as. Selain itu, beliau juga memaparkan pengetahuan agama Islam serta memerangi bid’ah dan penyimpangan.
Sajjad berartikan orang yang banyak bersujud. Ini merupakan salah satu gelar Sang Imam. Dalam masalah ibadah, Imam Sajjad as sangat menonjol. Detik-detik kehidupan beliau as yang paling indah adalah kesendirian bersama Sang Pencipta dan sibuk bermunajat dengan Dzat Yang Maha Agung. Seorang Pesuluk dan Arif terkenal, Hasan Basri mengatakan: “Pada suatu hari, aku sibuk berdoa dekat Ka’bah. Saat itu, aku menyaksikan Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad as tengah larut dalam doa dan dialog dengan Sang Pencipta. Beliau as bermunajat dengan Tuhan dengan kata-katanya yang indah. Ucapan Imam Sajjad begitu menyejukkan hati hingga aku tertarik kepadanya.”
Dikisahkan pula, suatu hari salah seorang khalifah Bani Umaiyah, Hisyam ibn Abdul Malik datang ke Mekkah dengan tujuan melakukan ibadah dekat Ka’bah. Karena keramaian para jamaah, Hisyam tidak berhasil menyentuh Hajar Aswad. Akhirnya ia duduk di atas singgasana di sebuah sudut Masjidil Haram. Pada saat itu, Imam Sajjad as memasuki Masjidil Haram dan memulai tawaf. Saat beliau as sampai di hadapan Hajar Aswad, para jamaah yang melihat wajah purnama Sang Imam as, langsung membuka jalan sehingga beliau as dengan mudah mendekati Hajar Aswad.
Salah seorang warga Syam (Suriah) yang bersama rombongan Hisyam bin Abdul Malik, bertanya: “Siapakah dia hingga mendapat penghormatan warga sedemikian rupa? Hisyam terpaksa berbohong dan mengaku tidak mengenalnya karena khawatir masyarakat mengetahui sosok Imam Sajjad as. Pada saat itu, Penyair Arab, Farazdaq bangkit dan berkata: “Saya mengenal beliau as.” Kemudian Farazdaq memperkenalkan Imam Sajjad as lewat syairnya yang indah. Ia berkata: “Ia adalah sosok yang jejak langkahnya dikenal oleh kerikil-kerikil kota Makkah. Mata juga menunduk karena kewibawaanya. Ia sangat lembut dan penuh kasih sayang. Ia dihiasi dua sifat yaitu kesabaran dan keagungan. Ia tidak pernah mengingkari janji. Keberadaannya membawa keberkahan bagi semua. Jika semua orang takwa bertaqwa dihitung, maka ia adalah pemimpin mereka. Jika orang-orang bertanya siapa manusia terbaik di atas muka bumi, mereka akan menunjuknya. Jika engkau tidak mengenalnya, aku akan berkata bahwa ia adalah putra Fatimah Az-Zahra as dan cucu Rasulullah Saw.”
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, doa adalah media penghubung antara makhluk dengan penciptanya dan agama Islam sangat menganjurkan umatnya berdoa. Doa selain memiliki pengaruh spiritual luar biasa bagi manusia, juga dapat memberi pengaruh kepada seluruh dimensi keberadaan manusia mulai dari perilaku personal hingga sosial dan politik. Kontak dengan Allah Swt akan menjaga manusia dari gangguan dan kerusakan jiwa.
Salah satu strategi Imam Sajjad as adalah mentransfer pengetahuan agama lewat budaya doa dan munajat. Beliau as telah memaparkan sebagian besar maksud dan kehendaknya lewat bait-bait doa dan munajat yang menggugah hati. Kumpulan doa-doa beliau disatukan dalam kitab “Shahifah Sajjadiyah” yang merupakan harta karun pengetahuan dan hakikat agama. Kitab tersebut adalah kumpulan samudera pengetahuan Islam di bidang tauhid, akhlak, dan pendidikan yang telah mengundang perhatian seluruh ulama.
Salah satu dimensi gemilang kehidupan Imam Sajjad as adalah kegiatan sosial beliau as. Kendati memiliki kedudukan yang tinggi, tapi Imam Sajjad as selalu menekankan perbuatan membantu kepada masyarakat. Setiap malam, orang-orang miskin yang tidak bisa tidur karena kelaparan selalu menunggu uluran tangan. Ketika malam gelap gulita, Imam Sajjad as bangkit dan memasukkan makanan ke dalam karung, kemudian secara diam-diam meletakkannya di depan pintu rumah orang-orang miskin.
Salah satu tokoh terkenal di masa Imam as, Zuhri mengatakan: “Pada suatu malam yang dingin dan hujan, aku melihat Imam Sajjad as di kegelapan malam sambil membawa karung. Aku berkata: “Wahai putra Rasul Saw! Apa yang sedang engkau bawa? Beliau as menjawab: “Aku ingin bepergian dan karung ini adalah makanan buat bekal di jalan.” Aku berkata: “Budakku ada di sini dan ia dapat membantumu.” Imam as menjawab: “Tidak, aku akan membawanya sendiri.”
Zuhri berkata: “Selang beberapa hari setelah peristiwa itu, Imam as tidak pergi kemana-mana. Kemudian aku melihat Imam as dan berkata kepadanya: “Apakah engkau tidak jadi bepergian?” Imam as menjawab: “Wahai Zuhri! maksud bepergian pada waktu itu bukan yang engkau pahami, tapi maksudku adalah perjalanan akhirat. Bersiaplah untuk perjalanan ini! Persiapan perjalanan ini adalah menjauhi dosa dan melakukan perbuatan baik.” Zuhri akhirnya memahami maksud Imam as dan karung yang dibawa malam itu berisi makanan yang akan dibagikan untuk orang-orang miskin.
Jiwa manusia sebagaimana raganya juga membutuhkan makanan. Ruh untuk mencapai jenjang spiritual membutuhkan makanan berupa ilmu, iman, dan makrifat. Salah satu kebutuhan ruh manusia adalah berdoa dan menjalin hubungan permanen dengan Sang Pencipta. Imam Sajjad as dalam sebuah doa yang indah menyebut zikir dan mengingat Allah Swt sebagai penyebab ketenangan dan kebugaran jiwa. Imam as menyeru kepada Tuhan dengan berkata: “Wahai Tuhanku, hati dan relungku hidup dengan mengingat-Mu dan api kegelisahan hanya akan padam dengan bermunajat kepada-Mu.
Tentunya, hati yang menjadi persinggahan kasih sayang Tuhan, memiliki kemurnian dan cahaya tersendiri, dan pemiliknya akan terjaga dari kerusakan jiwa dan mental. Pada bagian lain doanya, Imam Sajjad as berkata: “Wahai Tuhanku, sampaikanlah shalawat dan salam kepada junjungan-Mu Nabi Muhammad Saw dan keluarganya dan jadikanlah keselamatan hati kami dalam mengingat keagungan-Mu.” Dalam seluruh munajat dan doa Imam Sajjad as, pengharapan kepada Tuhan merupakan poin dominan yang patut direnungkan dan dicermati.
Pada dasarnya, Imam as mentransfer ajaran irfan ini secara tersirat dan halus.
Allah Swt tidak akan pernah meninggalkan orang-orang yang menyerahkan hatinya kepada-Nya dan hidup sesuai dengan keridhaan-Nya. Dalam penggalan doanya, Imam Sajjad as berkata: “Wahai Tuhanku, aku menyerumu sebelum menyeru selain-Mu, aku tidak menemukan selain-Mu dalam mengabulkan kebutuhanku, Dalam doaku, aku tidak akan menyertakan selain-Mu. Seruanku hanya kepada-Mu.