Ibrahim Tamimi, Antara Perkataan dan Amal

Ilustrasi Sufi

PurnaWarta — Mengamalkan apa yang diketahui apalagi telah dkeluarkan dalam bentuk pembicaraan merupakan sebuah keutamaan dari orang yang berilmu. Ibrahim Tamimi pernah berkata bahwa “Tidaklah aku memeriksa (atau mencocokkan) amalku dengan ucapanku melainkan (karena) aku takut menjadi pendusta.”

Melakukan investigasi “diri” seharusnya menjadi wacana dan kegiatan harian manusia. Jika belum mampu, mingguan atau bulanan pun tak mengapa. Asalkan masih meluangkan waktu. Ini penting karena manusia adalah makhluk yang tidak statis, terlalu sering terombang-ambing di antara kebaikan dan keburukan. Bahayanya, jika keburukan telah menjadi rutinitas, kebaikan akan tertekan. Koreksi diri menjadi jauh dari memungkinkan.

Imam Ibrahim at-Taimi (w. 92/95 H) selalu melakukan koreksi diri. Meluangkan waktu untuk menelaah ucapan dan amalnya. Ia melakukan studi komparatif atas keduanya. Membandingkannya, ‘apakah ada ketimpangan dan ketidakseimbangan di antara keduanya.’ Ia juga melakukan investigasi (pemeriksaan) terhadap keduanya untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh.

Setelah itu, ia melakukan adjustment (penyetelan dan penyesuaian) di antara keduanya. Semuanya berasal dari ketakutannya menjadi pendusta.   Bagi Imam Ibrahim at-Taimi, ahli fiqih dan hadits dari kalangan tabi’in, ketidaksesuaian antara ucapan (baik) dan amal adalah dusta. Jika dibiarkan akan menjadi kebiasaan. Karena itu, ia mencegahnya dengan melakukan komparasi, investigasi, dan adjutsment. Ia tidak berhenti hanya di titik komparasi dan investigasi saja, tapi melanjutkannya hingga proses adjustment (penyesuaian).

Gambaran sederhananya begini. Setelah melakukan komparasi dan investigasi, ternyata banyak ditemukan ketidaksesuaian antara ucapan dan amalnya. Misalnya, ia pernah mengatakan bahwa menghina orang lain adalah perbuatan hina. Setelah dilakukan uji komparasi dan investigasi, ia tidak menemukan kesesuaian. Karena itu ia melakukan adjusment atau perbaikan, agar ketimpangan antara ucapan dan amalnya semakin mengecil.

Jika seseorang melakukan hal ini setiap hari, ia akan banyak terselamatkan dari dusta dan kebohongan. Tentu tidak mudah, terutama dalam proses perbaikannya. Tapi paling tidak, andai pun kita tidak bisa melakukan perbaikan secara langsung, kita bisa belajar dari hasil investigasi yang telah kita lakukan.

Hal penting lainnya adalah, ketidaksesuaian antara ucapan dan amal sangat dekat dengan kemunafikan. Contohnya ketika seseorang mengumbar janji dengan mempesona, menceritakan kesalehannya dengan kemahiran luar biasa, dan mengucapkan kebaikannya dengan tanpa cela, tapi kenyataannya, dia tidak benar-benar seperti itu. Bahasa sekarangnya, “omdo” (omong doang).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *