PurnaWarta — Manusia secara naluriah adalah makhluk yang mencari Tuhan dan hal itu merupakan kebutuhan bawaan manusia ini, terlepas dari pasang surut yang terjadi dalam kehidupan manusia. Hal ini merupakan kebutuhan manusia. Namun kadang ada yang salah dalam menemukan jalan spiritualitas itu.
Dalam agama Islam, salah satu cara untuk memperkuat dimensi komunikasi manusia ini adalah dengan beritikaf. Keutamaan i’tikaf diriwayatkan dalam sebuah riwayat: “I’tikaaf menghentikan dan menghapus dosa dan pahalanya sama dengan telah melakukan semua perbuatan baik.”
I’tikaf memiliki keutamaan khusus dalam agama Islam. I’tikaf pun dijadikan sebuah kriteria dan mengukur amal baik lainnya. Misalnya Imam Sadiq ra berkata:
“Ketika seorang muslim melangkah untuk memenuhi kebutuhan saudaranya yang beriman maka sepuluh perbuatan baik ditulis untuknya dan sepuluh dosa dihapus darinya dan dinaikan sepuluh derajat untuknya, dan aku tidak mengetahui pahalanya kecuali pahalanya sama dengan melepaskan sepuluh budak dan lebih baik dari satu bulan beri’tikaf di Masjidil Haram.”
I’tikaf secara harafiah berarti pelayanan dan penundaan dan secara istilah pelayanan di masjid untuk beribadah. I’tikaf awalnya berarti tinggal dan menetap di suatu tempat.
Menetap yang dilakukan seseorang di masjid untuk ibadah tertentu. Dikatakan bahwa menetap di masjid untuk ibadah tertentu dan selama jangka waktu tertentu dan juga harus disertai dengan puasa.
Namun dari hadits yang kita baca di atas, kita menemukan bahwa ada yang lebih baik dari ibadah i’tikaf bahkan i’tikaf di masjidil Haram yaitu membantu seorang mukmin. Islam menganjurkan kita untuk saling membantu dan memerhatikan satu sama lain. Dengan kata lain jika ada yang tidak sempat untuk melakukan i’tikaf maka bisa dicoba dengan memberikan bantuan baik harta, amal, dan doa pada mukmin yang membutuhkan.