PurnaWarta — Kebahagiaan adalah salah satu yang diperlukan oleh manusia. Di sisi lain Islam adalah sebuah agama yang memperhatikan aspek jasmani juga rohani. Maka dari itu Islam pun mempunyai nasihat mengenai kebahagiaan untuk manusia.
Ridha pada Qada dan Qadar Ilahi
Salah satu factor kebahagian yang lain untuk seorang mukmin adalah ridha dan rela akan setiap qada dan qadar yang terjadi dari Allah swt. Seorang mukmin akan merasakan kebahagiaan yang hakiki ketika ia berhasil menghadapi rasa sakit terhadap penyakit yang menimpanya, keadaan ekonomi yang ia dapatkan, untuk segala kesedihan yang ia dapatkan, ia merelakan itu semua dengan niat berdasarkan Lillahi Taala maka ia akan menjalani dunia ini dengan penuh bahagia.
Adapun maksud dari ridha kepada qada dan qadar Ilahi di sini adalah tidak melakukan protes secara lahir dan bathin kepada setiap takdir Ilahi yang didapatkannya yang mana menuntunnya untuk melakukannya secara lisan dan juga perbuatan. Rela terhadap takdir yang ditetapkan oleh Allah swt dari segi kemiskinan dan kekayaan, sehat dan sakit, luas dan sempit, mudah dan sulit, derajat yang tinggi dan bawah.
Mengenai hal ini Imam Ali bin Abi Thalib as pernah berkata:
إِنَّكُمْ إِنْ رَضِيتُمْ بِالْقَضَاءِ طَابَتْ عِيشَتُكُمْ وَ فُزْتُمْ بِالْغَنَاءِ[1]
“Jika kalian ridha terhadap takdir Ilahi maka kekayaan dan kebahagiaan akan menantikan kalian.”
Ada hal yang patut diperhatikan mengenai apa saja yang menyebabkan ridha pada takdir Ilahi menjelma dalam diri kita. Ada tiga sebab yang bisa memunculkan sifat mulia ini.
- Kita harus mengetahui bahwa Dzat yang merencanakan untuk kita adalah Dzat yang mempunyi ilmu yang cukup untuk kemaslahatan kita. Yang mana tentunya akal kita tidak akan mampu mencerna kemalsahatan serta baik buruk yang telah menimpa kita.
- Kita harus mengetahui bahwa Dzat tersebut mempunyai kekuatan yang mempuni untuk menciptakan kemaslahatan pada kita. Maka dari itu Dia akan menciptakannya jika ada kemaslahatan untuk kita.
- Kita harus mengetahui juga bahwa Dzat tersebut tidak akan bakhil kepada kita. Yakni dia tidak akan bakhil untuk membagi kemaslahatan untuk kita.
[1] . غرر الحکم، ص 27