Purna Warta – Sayyid Muhammad Husain Qadi Thabathaba’i Tabrizi yang lebih dikenal sebagai Allamah Thabathaba’i lahir di desa Shadabad Mashayikh, Tabriz pada 16 Maret 1902. Beliau kehilangan ibunya pada usia 5 tahun dan ayahnya di usianya yang ke 9. Berdasarkan wasiat ayahnya, Allamah Thabathaba’i muda beserta adiknya Muhammad Hasan Ilahi Thabathaba’i dikirim ke sekolah agama tradisional.
Allamah Thabathaba’i pada tahun 1911 sampai 1917 mempelajari Al-Qur’an dan literatur sastra persia klasik seperti Golestan dan Bostan karya Sa’di Syirazi. Disamping itu beliau juga mempelajari kaligrafi di bawah didikan Mirza Ali Naqi Khattat.
Kemudian pada 1918 hingga 1925 beliau memasuki sekolah agama Thalibiyyah di Tabriz untuk memulai pendidikan agamanya secara mendalam. Allamah Thabathaba’i menyebut fase ini sebagai inti seluruh pembelajarannya kecuali untuk bidang filsafat dan irfan.
Usai mengkhatamkan pembelajaran di Tabriz beliau pergi ke Najaf bersama saudaranya selama 10 tahun untuk lebih mendalami ilmu-ilmu agama dan ilmu lainnya. Beliau mempelajari matematika dan geometri dari Sayyid Abul Qasim Khansari, filsafat dari Sayyid Husain Badkuba’i , irfan dan akhlak dari Sayyid Ali Qadhi Thabathaba’i dan ilmu lainnya dari ulama-ulama tersohor Najaf pada masanya.
Dikarenakan adanya masalah finansial dan terputusnya aliran dana dari hasil sawah di Tabriz, Allamah Thabathaba’i terpaksa kembali ke Iran, lebih tepatnya ke kampung halaman di Tabriz dan memulai bercocok tanam dan beternak selama 10 tahun.
Setelah tinggal di Tabriz, beliau pergi ke Qom dan memulai aktivitas akademisnya sebagai seorang ulama. Beliau hidup secara sederhana dan di rumah yang cukup kecil. Di Qom beliau sebagai seorang ulama memulai mengajar berbagai pelajaran agama. Kemudian beliau perlahan-lahan mulai mengajar buku ilmu-ilmu rasional seperti Asy-Syifa karya Ibnu Sina dan Al-Asfar karya Mulla Sadra. Upaya beliau mengajar ilmu rasional tidak berjalan mulus, beliau menghadapi banyak pertentangan dan halangan akan tetapi usaha tak kenal lelah beliau membuat ilmu-ilmu rasional menjadi mata pelajaran penting hingga sekarang.
Allamah Thabathaba’i bukan hanya seorang ulama namun seorang Allamah yang berarti orang yang menguasai banyak ilmu. Beliau memiliki karya di banyak bidang, namun karya terpenting beliau adalah di bidang tafsir Al-Qur’an dan filsafat yang membuat beliau dipandang luas sebagai seorang filsuf dan ahli tafsir.
Diantara karya-karya beliau sebagai berikut:
- Tafsir Al-Mizan
- Usul-e Falsafe Va Ravesh-e Realism
- Bidayah Al-Hikmah
- Nihayah Al-Hikmah
- Sunan An-Nabi
Abdul Baqi Thabathaba’i putra Allamah menjelaskan bahwa sekitar satu minggu sebelum wafat, beliau tidak mau berbicara kepada siapapun dan terus menerus mengucapkan la ilaha illallah. Kondisi beliau di penghujung usianya cukup buruk dan sedikit sekali menyantap makanan.
Di akhir-akhir hidup beliau, seseorang bertanya: anda sedang dalam kondisi apa?
Beliau menjawab: sedang berbicara.
Penanya kembali bertanya: berbicara dengan siapa?
Beliau menjawab: dengan tuhan.
Ayatullah Kasymiri berkata: di malam wafatnya Allamah Thabathaba’i saya bermimpi melihat Imam Rido As meninggal dan masyarakat melayati jenazahnya. Di pagi hari, saya menyimpulkan bahwa akan ada seorang alim besar yang meninggal dunia. Tak lama kabar duka meninggalnya Allamah Thabathaba’i datang.
Allamah Thabathaba’i selama 1 minggu dirawat di rumah sakit dan dua hari terakhir beliau benar-benar tidak sadarkan diri sampai akhirnya pada hari Minggu 15 November 1981 sekitar 3 jam sebelum Zhuhur beliau diumumkan meninggal dunia. Upacara solat jenazah dan pemakaman dilakukan di hari berikutnya di Makam Sayyidah Maksumah, Qom dengan dipimpin oleh Sayyid Muhammad Rido Gulpaygani.


