Sanaa, Purna Warta – Menanggapi pernyataan Trump tentang normalisasi hubungan antara Tel Aviv dan Riyadh yang tak bisa dihindari lagi, kepala tim negosiasi Sanaa mengatakan bahwa Arab Saudi telah menjauhkan diri dari dunia Islam dan dari segala permasalahan umat Islam.
Muhammad Abdul Salam, kepala tim negosiasi Pemerintah Keselamatan Nasional Yaman (pemerintah Sanaa), bereaksi terhadap pernyataan menantu dan penasihat Presiden AS tentang normalisasi hubungan antara Arab Saudi dan rezim Zionis.
“Keheningan Arab Saudi dalam menghadapi pernyataan Kushner tentang normalisasi negara nya yang tak terelakkan lagi dengan Israel adalah bukti sejauh mana pemisahan Kerajaan Arab Saudi dari umat muslim dan permasalahan yang dihadapinya, terutama Palestina,” tulisnya di Twitter.
“Setiap normalisasi hubungan, apakah Timur ataupun Barat, dikutuk dan akan terus ditolak, dan tidak ada alasan yang dapat membenarkan pembangunan hubungan dengan rezim pendudukan untuk pemerintah mana pun yang mengaku Islam dan Arab,” tulis Abdusalam dalam tweet lain.
Jared Kushner, menantu dan penasihat Trump, mengatakan setelah pengumuman normalisasi hubungan antara Maghrib dan rezim Zionis tentang normalisasi hubungan bahwa normalisasi antara rezim dan Arab Saudi tidak bisa dihindari lagi.
Dia mengatakan bahwa sekarang tinggal masalah waktu dan cepat atau lambat hubungan mereka satu sama lain akan menjadi normal.
Presiden AS juga mentweet bahwa dia mengakui aturan Maroko di Sahara Barat. “Maroko mengakui Amerika Serikat pada tahun 1777, dan lebih baik kitapun mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat,” tulisnya.
Menyusul pengumuman perjanjian tersebut, seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa Trump dan Raja Mohammed VI dari Maghrib melakukan percakapan telepon. Maghrib adalah negara Arab keenam yang menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis, setelah Yordania, Mesir, UEA, Bahrain dan Sudan. UEA, Bahrain dan Sudan telah menormalisasi hubungan dengan rezim Israel dalam beberapa bulan terakhir melalui mediasi AS.
Baca juga: Selangkah Lagi, Militer dan Komite Rakyat Yaman Rebut Marib