Sekutu Amerika Tidak Ingin Bergabung dengan Koalisi Yang Dipimpin AS

Sekutu Amerika Tidak Ingin Bergabung dengan Koalisi Yang Dipimpin AS

Sana’a, Purna Warta Kantor berita Reuters melaporkan bahwa sekutu Amerika Serikat tidak ingin bergabung dengan koalisi angkatan laut yang dipimpin Amerika di Laut Merah untuk menghadapi Ansarullah Yaman.

Tanda terbaru munculnya tatanan baru di dunia, kali ini di Laut Merah. Sebuah media Inggris melaporkan pada hari Kamis bahwa sekutu Amerika tidak ingin bergabung dengan koalisi angkatan laut yang dipimpin oleh Washington di Laut Merah untuk menghadapi Ansarullah Yaman.

Baca Juga : Klaim Amerika tentang Intersepsi Rudal dan Drone Yaman

Kantor berita Reuters menulis bahwa Presiden AS Joe Biden berharap untuk meluncurkan kekuatan angkatan laut baru untuk memberikan tanggapan internasional yang tegas terhadap serangan Houthi Yaman (Ansarullah Yaman) terhadap kapal-kapal di Laut Merah.
Namun meski sudah seminggu sejak pembentukan koalisi ini, banyak sekutu Amerika yang enggan untuk dikaitkan secara terbuka dengan koalisi ini.

Menurut Reuters, dua sekutu Amerika di Eropa, yakni Italia dan Spanyol, yang sebelumnya telah mengumumkan akan berpartisipasi dalam rencana ini, berusaha menyembunyikan namanya dengan mengeluarkan pernyataan di hari berbeda.

Pentagon mengklaim bahwa gugus tugas maritim tersebut merupakan koalisi 20 negara untuk memastikan kelancaran lalu lintas barang senilai $20 miliar melalui salah satu jalur pelayaran terpenting di Laut Merah dekat perairan Yaman.

Namun hampir setengah dari 20 negara tersebut belum mengambil tindakan untuk mengonfirmasi partisipasi mereka dalam koalisi tersebut dan juga tidak mengizinkan Amerika Serikat untuk melakukannya.
Partisipasi dalam koalisi ini mencakup berbagai hal mulai dari pengiriman kapal perang hingga pengiriman hanya satu agen sebagai perwakilan.

Dalam beberapa pekan terakhir, seiring dengan semakin intensifnya serangan Israel di Gaza, tentara Yaman juga mempersempit jalur bagi kapal-kapal Israel yang hendak melewati selat Bab Al-Mandeb di Laut Merah.

Situs berita Axios, yang dekat dengan sumber Amerika dan Zionis Israel, melaporkan sekitar dua minggu lalu bahwa ancaman dan serangan tentara Yaman dalam beberapa hari terakhir telah membuat perjalanan kapal Israel menjadi lebih lama dan mahal.

Kantor berita Reuters menuliskan salah satu alasan keengganan sekutu Amerika untuk bergabung dalam koalisi ini adalah perbedaan pendapat antara sekutu Barat mengenai konflik di Gaza.

Baca Juga : Rusia Hancurkan Gudang Senjata Teroris di Suriah

Sementara perlawanan internasional terhadap operasi Israel di Gaza semakin meningkat, pemerintahan Joe Biden dengan keras kepala mendukung Tel Aviv.

Padahal, sejauh ini lebih dari 21 ribu orang telah terbunuh dan lebih dari 55 ribu orang terluka dalam serangan Israel di Gaza.
Setidaknya 30 warga Palestina tewas dalam serangan yang dilakukan tentara Israel Rabu malam di dekat rumah sakit Al Amal di Khan Yunis, yang terletak di selatan Gaza.

David Hernandez, seorang profesor hubungan internasional di salah satu universitas di Madrid, mengatakan kepada kantor berita tersebut bahwa masyarakat di negara-negara Eropa sangat kritis terhadap serangan Israel. Dia menambahkan: “Pemerintah Eropa sangat khawatir bahwa sebagian pemilih potensial akan menentang mereka.”

Serangan tentara Yaman di Laut Merah dimulai pada 19 November, dan gerakan Ansarullah mengumumkan bahwa serangan-serangan ini akan terus berlanjut sampai serangan Israel di Gaza berhenti.
Angkatan Laut Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis masing-masing mengklaim telah menembak jatuh drone atau rudal yang ditembakkan dari Yaman.

Seorang pejabat yang mengetahui pemikiran pemerintahan Biden mengatakan bahwa Washington percaya bahwa peningkatan serangan oleh kelompok Houthi (Ansarullah) memerlukan respons tersendiri dari konflik yang sedang berlangsung di Gaza.

Inggris: Ledakan di Dekat Kapal di Selat Bab Al-Mandeb

Laut Merah merupakan pintu masuk kapal-kapal yang menggunakan Terusan Suez.
Sekitar 12% perdagangan global dilakukan melalui saluran ini, dan oleh karena itu, saluran ini sangat penting untuk transfer barang antara Asia dan Eropa.

Maersk, salah satu perusahaan pelayaran peti kemas terbesar, mengumumkan pada hari Sabtu bahwa mereka akan melanjutkan aktivitas pelayaran di Laut Merah.
Meskipun demikian, Hapag Lloyd dari Jerman mengumumkan pada hari Rabu bahwa mereka masih menganggap Laut Merah berbahaya dan akan mengubah rute kapalnya ke Afrika.

Meski Amerika Serikat mengklaim ada 20 negara yang bergabung dalam aliansi angkatan laut tersebut, sejauh ini pihaknya baru mengumumkan nama 12 negara.
Juru bicara Pentagon Patrick Ryder mengatakan pekan lalu: “Kami membiarkan negara lain memutuskan partisipasi mereka.”

Dengan mengeluarkan pernyataan bersama dengan Amerika Serikat, sekaligus mengutuk serangan Yaman di Laut Merah, Inggris menyatakan dukungannya terhadap koalisi ini dan bergabung dengannya.

Baca Juga : Aktivis AS Cornel West Puji Afrika Selatan yang Tuntut Israel Diajukan ke ICC

Namun meski negara-negara seperti Yunani dan Inggris secara terbuka mendukung operasi Amerika, beberapa negara yang namanya tercantum dalam pernyataan bersama dengan cepat mengumumkan bahwa mereka tidak berpartisipasi langsung dalam koalisi ini.

Kementerian Pertahanan Italia mengumumkan akan mengirim kapal ke Laut Merah mengikuti permintaan pemilik kapal Italia, namun bukan bagian dari koalisi AS.
Prancis juga mengumumkan bahwa mereka mendukung upaya untuk membebaskan lalu lintas maritim di Laut Merah, namun kapal-kapalnya berada di bawah komando Prancis.

Spanyol telah mengumumkan bahwa mereka tidak berniat bergabung dengan koalisi AS dan menentang penggunaan gugus tugas UE untuk memerangi pembajakan.
Namun pada hari Rabu, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengatakan dia bersedia mempertimbangkan pembentukan satuan tugas terpisah untuk menangani keamanan maritim di Laut Merah.

UEA dan Arab Saudi juga telah mengumumkan bahwa mereka tidak tertarik untuk berpartisipasi dalam koalisi tersebut.
Pekan lalu, kantor berita Reuters menulis dalam analisisnya bahwa Arab Saudi tidak ingin mengorbankan rekonsiliasi dengan Iran untuk berpartisipasi dalam koalisi ini.

Meskipun Arab Saudi memiliki tentara yang dilengkapi dengan senjata-senjata Amerika dan telah mulai berperang melawan Houthi Yaman (Ansarullah) sekitar 9 tahun yang lalu, dan juga bergantung pada pelabuhan Laut Merah untuk 36% impornya. Namun Riyadh dan sekutunya di negara-negara Teluk Persia tidak menunjukkan keinginan untuk berpartisipasi dalam koalisi ini.

Otoritas Amerika dan Israel belum mampu menemukan solusi untuk menghadapi tentara Yaman.

Baca Juga : Israel Bunuh Jenderal Iran, Blunder atau Provokasi?

Dalam laporannya dua minggu lalu, Axios mengutip seorang pejabat senior Israel yang mengklaim bahwa kabinet perang Netanyahu telah memutuskan untuk menahan diri dari tanggapan militer terhadap tindakan Ansarullah Yaman terhadap kapal-kapal Israel di Laut Merah.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengirimkan pesan kepada Ansarullah melalui beberapa saluran, meminta mereka berhenti menyerang kapal-kapal di Laut Merah.

Namun para pejabat Amerika mengakui bahwa peringatan tersebut tidak berdampak pada kelompok Houthi (Ansarullah) dan tidak mengurangi intensitas serangan mereka.

Para analis mengatakan bahwa Arab Saudi dan UEA tidak ingin terlihat sebagai negara yang berpartisipasi dalam kampanye yang dapat merusak strategi jangka panjang mereka.
Apalagi tindakan seperti itu akan memancing kemarahan negara-negara dunia Arab terhadap mereka.

Dua sumber di Teluk Persia yang mengetahui masalah ini mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa alasan ketidakhadiran Arab Saudi dan UEA adalah karena mereka ingin menghindari meningkatnya ketegangan dengan Iran atau membahayakan perdamaian di Yaman.

Baca Juga : Surat Suriah Kepada PBB

Kantor berita Reuters menulis, kemarahan masyarakat atas operasi Israel dapat dilihat sebagai salah satu alasan keengganan para kepala negara untuk bergabung dalam koalisi ini.
Dalam survei baru yang dilakukan oleh Yugav Institute, ditemukan bahwa mayoritas masyarakat di negara-negara Barat, terutama Spanyol dan Italia, percaya bahwa Israel harus mengakhiri perang di Gaza.

Menurut media ini, bahaya lain yang ada adalah partisipasi dalam rencana Amerika dapat menjadikan kapal-kapal negara tersebut menjadi sasaran balas dendam Ansarullah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *