Sana’a, Purna Warta – Kepala Dewan Politik Tertinggi Yaman mengutuk agresi Zionis Israel terhadap Masjid Al-Aqsa dan jamaah Palestina dan menyebutkan bahwa pihaknya sangat ingin memainkan peran praktis untuk pembebasan Palestina.
Mahdi al-Mashat, kepala Dewan Politik Tertinggi Yaman, mengutuk agresi Zionis Israel terhadap Masjid Al-Aqsa – kiblat pertama umat Islam – dan pemukulan jamaah Palestina.
Baca Juga : Ansarullah: Mendukung Bangsa Palestina adalah Tanggung Jawab Umat Islam
Dia menekankan: Dukungan Yaman untuk bangsa Palestina dan berdiri dengan orang-orang bebas dari umat adalah posisi yang berprinsip, manusiawi, politik dan agama serta tidak dapat diubah, dan terlepas dari situasi saat ini di Yaman, kami ingin memainkan peran yang efektif dan praktis untuk pembebasan Palestina.
Menurut laporan situs web “Al-Masira”, Al-Mashat menyerukan negara-negara Arab dan Islam untuk memboikot barang-barang produk Amerika dan Israel, dan mendukung perlawanan rakyat Palestina untuk memulihkan hak-hak bangsa Palestina dan membebaskan seluruh wilayah Palestina dari pendudukan Zionis Israel.
Ia juga mengajak negara-negara yang berkompromi dengan rezim Zionis Israel untuk memutuskan hubungan dengan rezim ini.
Saat fajar pada hari Rabu, media-media Palestina melaporkan bahwa pasukan tentara Israel menyerang halaman Masjid Al-Aqsa, memukuli jemaah Palestina yang sedang melaksanakan solat, ibadah dan i’tikaf, pasukan tentara Israel juga menangkap sekitar 400 orang dari mereka.
Baca Juga : Pertemuan Bashar Al-Assad Dan Ammar Al-Hakim
Faksi dan kelompok-kelompok perlawanan Palestina, dari Arin al-Aswad hingga gerakan Hamas, memperingatkan rezim Zionis Israel tentang kelanjutan kejahatan ini.
Sementara negara-negara Arab dan Islam menyalahkan Tel Aviv atas eskalasi konflik di Palestina yang diduduki, ketegangan di kota Al-Quds dan sekitarnya semakin meningkat sejak pembentukan kabinet terakhir rezim Zionis Israel yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu pada akhir 2022, yang digambarkan media-media Ibrani sebagai “pemerintahan paling ekstrim dalam sejarah Israel”.