Sana’a, Purna Warta – Seorang pejabat senior gerakan Ansarullah Yaman memberikan reaksi terhadap konferensi di Jeddah, Arab Saudi.
Menurut jaringan al-Mayadeen, Mohammad Abdul Salam, kepala delegasi Sana’a, menekankan bahwa tanpa stabilitas Yaman, tidak akan ada stabilitas di kawasan.
Baca Juga : Rajapaksa Akhirnya Menyerah, Pengunjuk Rasa Mundur
Komentar Abdul Salam dibuat dalam menanggapi konferensi Jeddah, yang dijadwalkan akan diadakan dengan kehadiran Presiden AS Joe Biden dan kepala negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia dan beberapa negara Arab lainnya, dan masalah Yaman telah diumumkan sebagai salah satu isu penting dalam pertemuan tersebut.
Perlu disebutkan bahwa Arab Saudi, dalam bentuk koalisi beberapa negara Arab dan dengan bantuan dan lampu hijau Amerika Serikat dan dukungan rezim Zionis Israel, melancarkan serangan besar-besaran terhadap Yaman – negara Arab termiskin – sejak 26 Maret 2015, dengan dalih ingin mengembalikan Presiden terguling dan buron, Abdrabuh Mansour Hadi untuk kembali berkuasa, serta memenuhi tujuan dan ambisi politiknya.
Sedangkan pada tanggal 7 April lalu, Presiden Yaman yang mengundurkan diri dan buron, Abdrabuh Mansour Hadi, yang sementara tinggal di Riyadh, memberhentikan wakilnya, Ali Mohsen al-Ahmar, di bawah tekanan dari pihak Saudi, dan kemudian menyerahkan semua wewenangnya dan wakilnya tersebut kepada Dewan Pimpinan Kepresidenan di bawah kepemimpinan Rashad Al-Alimi.
Pada saat yang sama, ada laporan bahwa Hadi dan keluarganya berada di bawah tahanan rumah, dan bahkan London turun tangan untuk mengamankan pembebasannya dan keluarganya.
Baca Juga : Bagi Iran, Cina, Rusia, Pengakuan Kudeta Bolton Tidak Mengejutkan
Badan-badan PBB, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia dan UNICEF, telah berulang kali memperingatkan bahwa rakyat Yaman terus menghadapi kelaparan dan bencana kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam satu abad terakhir.
Atas saran Perserikatan Bangsa-Bangsa, gencatan senjata telah ditetapkan di Yaman sejak 2 April, dan salah satu klausul yang penting dari klausul-klausulnya adalah kedatangan 18 kapal pengangkut bahan bakar di pelabuhan Al-Hudaidah dan izin dua penerbangan pulang-pergi mingguan dari bandara internasional Sana’a.
Berkaitan dengan hal ini, Mohammad Abdul Salam, kepala tim perunding Pemerintah Keselamatan Nasional Yaman, menekankan bahwa tingkat interaksi negara-negara anggota koalisi agresor Saudi dengan gencatan senjata masih tidak baik.
Dia mengatakan bahwa negara-negara anggota koalisi agresor Saudi sengaja membuang-buang waktu daripada mengikuti ketentuan gencatan senjata, yang tidak dapat diterima oleh bangsa kita tercinta.
Statistik resmi yang diumumkan oleh Kementerian Kesehatan Yaman menunjukkan bahwa dari 2 April hingga 30 Juni 2022, 387 warga sipil Yaman tewas atau terluka dalam serangan koalisi Saudi.
Baca Juga : Iran Kecam Pelapor PBB Karena Memuji Putusan Terhadap Nouri
Menurut laporan ini, sebagian besar korban tewas dan luka-luka, yaitu 330 orang, berasal dari provinsi Sa’dah (Yaman utara). 292 orang tewas atau terluka di provinsi ini akibat pemboman artileri, 32 orang akibat tembakan pasukan perbatasan Saudi, dan enam orang akibat sisa-sisa bom cluster koalisi dari masa lalu.
Gencatan senjata di Yaman, yang dimulai pada 2 April dengan harapan dapat mengakhiri konflik dan mengakhiri pengepungan tujuh tahun, kemudian diperpanjang lagi selama dua bulan pada 2 Juni dibawah bayang-bayang pelanggaran berulang oleh koalisi agresor.
Tuhan mohon beri kami petunjuk…