Sana’a, Purna Warta – Sayyid Abdul Malik Badruddin Al-Houthi, pemimpin Gerakan Ansarullah Yaman, memberikan pidato pada Kamis sore, tentang kelanjutan agresi rezim Zionis Israel terhadap Gaza dan perkembangan terbaru di wilayah tersebut.
Baca juga: Menlu Iran: Kemenangan Pamungkas adalah Milik Bangsa Palestina
Pidato pemimpin Ansarullah ini disiarkan di jaringan Al-Masirah dan saluran-saluran yang berafiliasi dengan Poros Perlawanan pada pukul 4 sore waktu Sana’a dan 3 sore waktu Al-Quds.
Pemimpin Ansarullah Yaman, Sayyid Abdul Malik Badruddin Al-Houthi, dalam pidato hari Kamis, menyebutkan bahwa kelanjutan agresi rezim Zionis Israel terhadap Gaza merupakan aib bagi masyarakat manusia.
Sayyid Abdul Malik Al-Houthi mengatakan bahwa rezim Zionis Israel adalah musuh yang tidak pernah bisa didamaikan, dan situasi di Tepi Barat serta Gaza menunjukkan sifat sebenarnya dari kaum Zionis Israel.
Dia menambahkan bahwa penghancuran umat manusia adalah bagian dari ideologi Zionisme dan dia menegaskan bahwa musuh Zionis Israel telah melanggar semua garis merah, norma, dan hukum internasional.
Sayyid Al-Houthi menyebut kelanjutan kejahatan Zionis Israel sebagai aib bagi masyarakat manusia. Dia mengatakan bahwa adegan di mana tentara Zionis Israel merobek Al-Qur’an adalah adegan yang sangat berbahaya, dan siapa pun yang tidak peduli terhadap adegan ini tidak memiliki sedikit pun iman. Dia juga menekankan bahwa tanggung jawab untuk mengingatkan umat tentang bahaya menyimpang dari nilai-nilai suci mereka terletak pada para ulama.
Pemimpin Ansarullah Yaman mengatakan bahwa masuknya Zionis Israel secara berulang ke Masjid Al-Aqsa adalah puncak dari serangan Zionis Israel terhadap masjid-masjid. Dia juga menyebut bahwa konspirasi paling berbahaya terhadap Masjid Al-Aqsa adalah upaya Zionis Israel untuk membangun sinagoga Yahudi di dalamnya, dan umat Muslim harus menjawab konspirasi ini dengan berjihad di jalan Allah.
Baca juga: Mobilnya Ditembak Israel, WFP Tangguhkan Aktivitasnya di Gaza
Dia menambahkan bahwa pemerintah Arab tetap diam terhadap rencana pembangunan sinagoga Yahudi, sementara orang-orang Yahudi menganggap diamnya mereka terhadap perobekan Al-Qur’an dan ancaman terhadap Masjid Al-Aqsa sebagai bentuk penyerahan diri.