Sanaa, Purna Warta – Presiden AS yang baru mengatakan bahwa pihaknya akan berhenti mendukung operasi militer koalisi Saudi di Yaman, yang mungkin hal ini dapat mengakhiri perang, tetapi perdamaian tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Beberapa ahli dan pengamat percaya bahwa setelah pidato Joe Biden Kamis lalu (4/2) tentang perang Yaman dan penghentian penjualan senjata ofensif kepada koalisi Saudi, kata-kata ini tampaknya menunjukkan tekad yang cukup untuk mengakhiri perang.
Menurut Kantor Berita Anatoly, lebih dari dua minggu setelah Joe Biden memasuki Gedung Putih, dia mengatakan akan berhenti menjual senjata kepada Arab Saudi dan UEA. Dia menunjuk Timothy Landerling sebagai utusan AS untuk Yaman, tetapi hal itu bukan berarti proses perdamaian akan dimulai dengan cepat.
Menurut kantor berita tersebut, pernyataan Biden tidak mengandung ancaman atau janji dari pihak mana pun, dan pernyataannya tersebut hanya dalam konteks perang dan permasalahan pemboman yang sedang berlangsung, dia tidak menunjukkan kemauan dan tekad yang diperlukan untuk memulai proses perdamaian, dan sikapnya tersebut sudah dimulai sejak posisi sebelum pemilihan presiden.
Biden mengatakan selama kampanye bahwa dia akan mengejar strategi tegas untuk mengakhiri perang di Yaman dan menuntut para pelanggar hak asasi manusia, dan bahwa para pelakunya harus membayar harganya.
Di sisi lain, saat kita memasuki tahun ketujuh masa perang, orang Yaman juga sedang mencari cara diakhirinya krisis, yang telah menyebabkan jutaan orang masuk ke ambang kelaparan. Namun terlepas dari janji presiden AS yang baru, ada pertanyaan serius tentang kemungkinan Washington mengambil tindakan untuk mengakhiri perang.
Saudi dan sekutunya, termasuk UEA dan Bahrain, menyambut Biden, yang mengatakan Amerika Serikat berkomitmen untuk membela integritas teritorial Arab Saudi.
Sebaliknya, Houthi dan pemerintah Sanaa mengatakan bahwa satu-satunya tanda perdamaian di Yaman adalah penghentian operasi koalisi Saudi dan berakhirnya pengepungan. Namun kenyataan di lapangan, bentrokan masih terus berlanjut di beberapa front antara militer dan komite populer rakyat Yaman dengan militan dari pemerintahan Mansour Hadi sebagai koalisi Saudi.
Ali al-Dhahab, seorang ahli militer Yaman, mengatakan kepada pemberitaan Anatoly bahwa keputusan presiden AS hanya berdampak kecil pada situasi nyata dalam perang, yang menurutnya justru telah mempersulit proses perdamaian.
“Houthi telah menyatakan bahwa penghentian serangan udara, pencabutan pengepungan dan pembukaan kembali Bandara Sanaa adalah syarat mereka untuk berpartisipasi dalam pembicaraan damai,” tambahnya.
Menurut ahli Yaman, operasi militer dan bentrokan antara pemerintah Mansour Hadi dan pemerintah Sanaa terus berlanjut, dan hanya serangan udara pesawat tempur tentara Saudi di Yaman yang menurun, karena Amerika tidak lagi menyediakan bantuan senjata kepada mereka yang diperlukan.
Anatoly menambahkan bahwa setelah pernyataan Joe Biden, banyak tekanan akan dimulai di kedua sisi konflik di Yaman, tetapi perang Yaman adalah pasar senjata yang besar dan pada saat yang sama Amerika Serikat tidak dalam situasi ekonomi yang baik dan terpaksa mereka harus berurusan dengan penjualan senjata yang akan menggantikan bagian dari krisis ekonomi, dan pernyataan Biden tentang komitmennya untuk mempertahankan keamanan Saudi tetap membuka lapangan untuk penjualan senjata pertahanan ke negara itu.
Baca juga: Hujan Bom Amerika yang Berbahaya Bagi Rakyat Yaman