Wakil Menlu Iran: Keberhasilan Pembicaraan Wina Bergantung Pada Pencabutan Semua Sanksi

Tehran, Purna Warta - Dengan menekankan kelanjutan kebijakan tekanan maksimum dari pemerintahan baru AS, Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Ali Bagheri mengatakan bahwa pencabutan sanksi akan menjadi syarat keberhasilan pembicaraan Wina yang akan datang.

Tehran, Purna Warta Dengan menekankan kelanjutan kebijakan tekanan maksimum dari pemerintahan baru AS, Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Ali Bagheri mengatakan bahwa pencabutan sanksi akan menjadi syarat keberhasilan pembicaraan Wina yang akan datang.

Ali Bagheri Kani, wakil menteri luar negeri politik Republik Islam Iran menekankan pada hari Kamis (25/11) bahwa pembicaraan nuklir di Wina akan membuahkan hasil jika semua sanksi AS dicabut.

Baca Juga : Catatan Khatibzadeh Tentang Perbedaan Iran dan Barat Pada Malam Pembicaraan Wina

“Pencabutan semua sanksi yang terkait dengan kesepakatan JCPOA, termasuk sanksi tekanan maksimum Amerika Serikat, adalah syarat yang diperlukan untuk keberhasilan negosiasi di Wina,” kata Bagheri kepada The Independent.

“Jaminan untuk tidak menarik diri dari perjanjian, tidak menjatuhkan sanksi baru, dan tidak memberlakukan kembali sanksi sebelumnya sangatlah diperlukan untuk menetralisir kemungkinan tindakan politik Amerika Serikat yang akan mempengaruhi perilaku internasional,” tambah diplomat senior itu.

“Sayangnya, kebijakan gagal kampanye tekanan maksimum yang dimulai pada pemerintahan Trump masih menjadi agenda pemerintahan Biden,” kata Bagheri.

“Presiden Biden harus mencabut sanksi untuk membebaskan dirinya dari kebingungan politik dan untuk melepas pemerintahannya dari kebijakan pemerintahan Trump yang gagal dan tidak manusiawi,” katanya.

Baca Juga : Menkes Iran: Vaksin Razi Cov Pars Adalah Salah Satu Vaksin Tercanggih di Dunia

Mengacu pada perkembangan di kawasan, Bagheri mengatakan: “Terusirnya AS dari Afghanistan, sekali lagi telah menunjukkan bahwa negara ini bukan mitra yang dapat diandalkan bagi siapa pun. Kami berada dalam interaksi yang erat dan konstan dengan negara-negara di kawasan ini.”

“Eropa harus menebus tidakpatuhan mereka dalam memenuhi kewajiban JCPOA melalui langkah-langkah praktis untuk mencabut sanksi,” katanya, mengacu pada perlunya Inggris untuk melepaskan mata uang Iran yang diblokir.

“Kami menentukan posisi kami di negara lain berdasarkan kepentingan negara Iran, dan kami tidak peduli dengan hubungan dan interaksi mereka dengan Amerika Serikat. Setiap negara yang memiliki andil di kursi meja perundingan harus mengeluarkan kebijakan yang independen, jika tidak mengapa harus hadir di meja ini?” tambahnya.

Negara-negara Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan rezim Zionis, dalam beberapa tahun terakhir menuduh Iran mengejar tujuan militer dalam program nuklirnya. Iran membantah keras tuduhan tersebut.

Baca Juga : Iran Akan Tetapkan 2 Pil Anti Korona Terbaru

Iran menekankan bahwa sebagai penandatangan Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) dan anggota Badan Energi Atom Internasional, pihaknya memiliki hak untuk memperoleh teknologi nuklir untuk tujuan damai.

Selain itu, inspektur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah mengunjungi fasilitas nuklir Iran beberapa kali, tetapi mereka tidak pernah menemukan bukti penyimpangan dari program energi nuklir damai negara Iran.

Selain itu, pada tahun 2015, Iran telah mencapai kesepakatan dengan negara-negara yang disebut P5+1 untuk menyelesaikan ketegangan atas program nuklirnya.

Terlepas dari pengakuan Badan Energi Atom Internasional mengenai kepatuhan Iran terhadap semua kewajibannya, pemerintah AS secara sepihak menarik diri dari perjanjian JCPOA pada April 2018.

Baca Juga : Iran Produksi Superprosesor Dengan Kemampuan 6 Triliun Operasi Per Detik

Satu tahun setelah penarikan Amerika Serikat dari perjanjian JCPOA, Republik Islam Iran masih memenuhi semua kewajibannya berdasarkan perjanjian untuk memberikan kesempatan negara-negara Eropa yang berjanji akan melakukan kompensasi dampak penarikan Washington dari perjanjian kesempatan.

Satu tahun setelah penarikan AS dari JCPOA, pihak Tehran mengumumkan bahwa mereka akan mengurangi kewajibannya di bawah aturan JCPOA dalam beberapa langkah, mengingat negara-negara Eropa belum juga memenuhi janji mereka. Pengurangan kewajiban Iran terjadi di bawah ketentuan perjanjian nuklir JCPOA.

Republik Islam Iran, setelah mengambil lima langkah untuk mengurangi komitmennya, akhirnya mengumumkan pada 6 Desember 2019 bahwa Iran tidak lagi menghadapi kendala operasional apapun (termasuk kapasitas pengayaan, persentase pengayaan, bahan yang diperkaya, dan penelitian dan pengembangan).

Pemerintah Joe Biden mengklaim bahwa mereka bermaksud untuk membuka jalan bagi negaranya untuk kembali pada kesepakatan nuklir Iran melalui pembicaraan yang sedang berlangsung di ibukota Austria, Wina.

Baca Juga : Alat Otentikasi Offline Iran yang Aman Mulai diaktifkan

“Kami percaya bahwa dimulainya kembali negosiasi nuklir Iran, yang dijadwalkan pada 29 November di Wina, akan memberikan kesempatan unik bagi peserta JCPOA dan AS untuk kembali pada komitmen mereka yang sebenarnya dengan kembalinya mereka pada implementasi penuh dari kepatuhan dan menghilangkan semua sanksi yang tidak manusiawi. dan ilegal dengan cara yang efektif,” tambahnya.

Selain itu, Mikhail Ulyanov, perwakilan tetap Rusia untuk Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang berbasis di Wina, Austria, pada pertemuan Dewan Gubernur IAEA hari Kamis (25/11) menekankan perlunya menghidupkan kembali Perjanjian JCPOA.

Dalam sebuah pesan yang diposting di akun Twitter-nya, dia menulis tentang pertemuan Dewan Gubernur IAEA: “Dewan Gubernur IAEA telah menyelesaikan verifikasi dan pemantauannya di Iran berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231.”

“Hampir semua pembicara menekankan perlunya menghidupkan kembali JCPOA dan berharap pembicaraan Wina mendatang berhasil,” kata Ulyanov.

Baca Juga : Rai al-Youm: Tel Aviv Yakin AS Siap Buat Konsesi Untuk Kembali ke Perjanjian JCPOA

Rapat Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional dimulai kemarin (Rabu, 1 Desember) dan akan berlangsung selama tiga hari hingga Jumat pekan ini.

Rafael Grossi, Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) telah tiba di Teheran pada Senin (2/11) dan melakukan pembicaraan dengan Mohammad Islami, Wakil Presiden dan Ketua IAEA, dan Hosein Amir Abdullahian, Menteri Luar Negeri Iran. Setelah kembalinya dari Iran, dia menekankan pada konferensi pers di Wina bahwa meskipun pembicaraan dengan para pejabat Iran telah konstruktif, akan tetapi belum membuahkan hasil.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *