Beijing, Purna Warta – Dengan mengekspresikan harapan untuk kemajuan pembicaraan Wina, juru bicara Kementrian Luar Negeri China di Beijing menekankan bahwa Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) adalah satu-satunya solusi efektif untuk menyelesaikan permasalahan nuklir Iran.
Juru bicara Kementrian Luar Negeri China, Zhao Lijian mengatakan kepada wartawan pada hari Jumat (19/11) bahwa kembalinya pada perjanjian nuklir JCPOA adalah satu-satunya solusi untuk masalah nuklir Iran.
Baca Juga : Arab Saudi Habiskan $ 63 Miliar untuk Membeli Senjata AS dalam Perang Yaman
Menurut situs informasi Kementrian Luar Negeri China, Lijian mengatakan kepada wartawan dalam menanggapi pertanyaan tentang kerja sama antara Iran dan Badan Energi Atom Internasional: “Saya telah melihat laporan yang relevan dari IAEA. China berharap Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan Iran akan dapat menyelesaikan perselisihan tentang pemantauan dan verifikasi melalui dialog dan konsultasi berdasarkan asas saling menghormati. Kami juga meminta semua pihak yang terlibat untuk memainkan peran konstruktif dalam hal ini.”
“China selalu percaya bahwa mempertahankan dan menerapkan peraturan di JCPOA adalah satu-satunya cara efektif untuk menyelesaikan masalah program nuklir Iran,” tegasnya.
Diplomat China menyatakan harapannya pada pembicaraan Wina sebagai perantaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir JCPOA.
“Kami juga berharap pihak-pihak terkait akan mempertimbangkan kepentingan umum, bersikap rasional dan terkendali, serta menghindari upaya yang mengganggu jalur diplomatik untuk memajukan negosiasi,” ucap Zhao Lijian.
Baca Juga : Haniyeh: Kebijakan Inggris Untuk Kriminalisasi Bangsa Palestina
Seorang juru bicara Kementrian Luar Negeri China berbicara tentang perlunya menghidupkan kembali perjanjian JCPOA, tetapi pejabat pemerintah AS, meskipun tampaknya bersedia untuk kembali pada kesepakatan nuklir, dalam praktiknya mereka tidak mengambil tindakan nyata untuk membantu menghidupkan kembali perjanjian JCPOA.
Utusan AS dalam permasalahan Iran, Robert Mali mengklaim selama konferensi pembicaraan Manama di Bahrain pada hari Jumat, bahwa Iran telah mendekati tahapan yang pihaknya tidak bisa kembali lagi untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir.
Pada Mei 2018, pemerintah AS telah melanggar semua kewajibannya berdasarkan Resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB dan pihaknya mengumumkan menarik diri dari kesepakatan nuklir JCPOA.
Satu tahun setelah penarikan AS dari JCPOA, Tehran mengumumkan bahwa pihaknya akan mengurangi kewajibannya di bawah peraturan JCPOA dalam beberapa langkah, mengingat negara-negara Eropa pun belum memenuhi janji mereka. Pengurangan kewajiban Iran terjadi di bawah ketentuan perjanjian nuklir JCPOA.
Baca Juga : Kataib Sayyid Al-Syuhada: Perang Terbuka Lawan AS Akan Terjadi di Masa Depan
Republik Islam Iran, setelah mengambil 5 langkah untuk mengurangi komitmennya, akhirnya mengumumkan pada 5 Januari 2020 bahwa Iran tidak lagi menghadapi kendala operasional dalam pengayaan nuklir (termasuk kapasitas pengayaan, persentase pengayaan, jumlah bahan yang diperkaya, dan penelitian, serta pengembangan).
Selama masa kepresidenan Hassan Rouhani, mantan presiden Iran, pembicaraan diadakan di Wina, yang berakhir tanpa hasil nyata karena desakan AS untuk tidak mencabut semua sanksi terhadap Iran.
Hambatan utama lainnya dalam negosiasi tersebut adalah bahwa pemerintah AS menolak untuk memberikan jaminan untuk tidak akan menarik diri dari perjanjian JCPOA tersebut.
Republik Islam Iran telah menyatakan bahwa pihaknya akan mengembalikan kepatuhannya hanya jika Washington memenuhi semua kewajibannya dengan cara yang dapat diverifikasi, yakni mencabut semua sanksi. Teheran telah mengatakan, tentu saja, bahwa pihaknya tidak terburu-buru terhadap kembalinya Amerika Serikat ke perjanjian JCPOA.
Baca Juga : Sebuah Mobil SDF Menjadi Sasaran di Kota Hajin, Deir Ezzor