Wellington, Purna Warta – Ribuan warga suku Maori di Selandia Baru memprotes kebijakan baru pemerintah yang akan merusak perjanijan Waitangi dan membatasi hak-hak mereka. Demo untuk membela hak-hak suku Maori itu mengundang lebih dari 40.000 orang demonstran di gedung parlemen Selandia Baru di Wellington, ibukota negara tersebut pada Selasa lalu.
9 hari hikoi atau pawai damai diadakan dalam rangka memprotes RUU baru yang memaknai ulang perjanjian Waitangi yang sudah berusia 184 tahun. Perjanjian itu adalah perjanjian yang membentuk wajah Selandia Baru dan ditandatangani oleh kolonial Inggris dan suku pribumi Maori.
Pada 14 November lalu, RUU prinsip perjanjian yang kontroversial diperkenalkan di parlemen untuk diadakan pemungutan suara. Para anggota parlemen yang berasal dari suku Maori mengadakan Haka atau tarian tradisional Maori untuk menghalangi berjalannya pemungutan suara, yang kemudian secara praktis menunda proses parlementer.
Suku Maori sendiri adalah suku asli penghuni negara Pasifik tersebut sebelum datangnya kolonial. Para ahli menyatakan bahwa suku Maori mendatangi pulau-pulau di Selandia Baru yang liar tak berpenghuni sekitar tahun 1200. Hidup terisolasi selama ratusan tahun membuat mereka menciptakan budaya dan bahasa tersendiri.
Selandia Baru yang terdiri dari dua kepulauan pada mulanya oleh para penduduk asli dinamakan Aoteroa. Lalu kemudian para penjajah kolonial mengubah namanya menjadi Selandia Baru setelah mengambil alih wilayah-wilayah tersebut dibawah perjanjian pada tahun 1840.
Perjanjian Waitangi sendiri adalah sebuah perjanjian yang terjadi pada 6 Februari 1840 yang juga dinamai Te Tiriti o Waitangi. Perjanjian ini ditandatangani oleh kerajaan Inggris dan lebih dari 500 kepala suku Maori. Perjanjian ini adalah dokumen pendirian negara Selandia Baru dan membuatnya secara resmi menjadi bagian dari koloni Inggris.
Adapun RUU baru yang diprotes ini adalah sebuah RUU yang justru diajukan oleh seorang warga suku Maori, David Seymour yang merupakan anggota parlemen dari partai ACT. Partai ACT meyakini bahwa perjanjian tersebut telah disalahartikan selama puluhan tahun yang menciptakan pemisah sistem politik bagi orang Selandia Baru kulit putih dan suku Maori. Seymour mengatakan bahwa penyalahartian ini berarti memberikan suku Maori keistimewaan khusus dan RUU ini akan mengakhiri perbedaan berdasarkan ras.
Seymour mengatakan bahwa kuota etnis di institusi publik itu tak sejalan dengan prinsip kesetaraan. RUU ini akan mencari definisi spesifik terhadap prinsip-prinsip perjanjian yang akan bisa diaplikasikan kepada warga Selandia Baru secara umum baik dari Maori ataupun bukan.