Brussels, Purna Warta – Ratusan traktor memenuhi jalanan Brussels dan para petani yang marah melempari gedung parlemen dengan telur, kamis (01/02). Meskipun pertemuan di gedung parlemen tersebut tidak sedang membahas agrikultur namun para politisi secara umum tampak abai akan krisis yang ada.
Baca Juga : Satu lagi Penasehat IRGC Tewas dalam Serangan Israel di Suriah
Protes dan unjuk rasa para petani terjadi di sejumlah negara Eropa seperti Belgia, Yunani, Prancis, Jerman dan Polandia. Negara-negara tersebut dikejutkan oleh demonstrasi dan penutupan jalan oleh para petani. Mereka mengeluhkan harga jual yang menurun, naiknya biaya, regulasi yang ketat, utang piutang, para pengecer yang mendominasi, perubahan iklim yang ekstrem dan barang impor yang lebih murah.
Biaya kebutuhan pertanian juga – seperti pupuk dan transportasi – meningkat di banyak negara-negara Eropa, terlebih semenjak perang Ukraina. Di sisi lain, pemerintah dan para pengecer menyadari krisis biaya yang dihadapi para konsumen lalu memutuskan untuk menurunkan harga makanan yang naik.
Impor juga menjadi momok menakutkan bagi petani khususnya di Eropa tengah dan timur. Di area tersebut banjir barang impor murah dari Ukraina melanda – dalam rangka membantu Ukraina – dimana hal tesebut merugikan petani dan menimbulkan murka mereka.
Baca Juga : Iran: Pendekatan Militer AS Persulit Situasi Regional
Adanya barang impor yang banyak serta berharga murah membuat persaingan menjadi tidak adil. Di lain pihak para petani menderita akan naiknya biaya kehidupan sekaligus biaya pertanian sehingga menuntut mereka menaikkan harga hasil bumi mereka. Akhirnya masyarakat yang juga terdampak krisis tentu akan memilih barang murah hasil impor ketimbang barang malah hasil produksi dalam negeri.