Purna Warta – Uni Eropa (UE) memperingatkan badan legislatif negara Georgia yang merancang undang-undang pelarangan hubungan sesama jenis atau LGBT, UE menyebut bahwa pelarangan LGBT akan mempersulit proses penyatuan negara Kaukasus itu dengan UE.
Baca juga: Atap Stasiun Kereta di Serbia Runtuh dan Menewaskan 14 Orang
Pemerintahan Georgia menegaskan bahwa mereka tidak akan tunduk di hadapan tekanan barat khususnya UE yang mengecam undang-undang barunya terkait pelarangan hubungan sesama jenis atau LGBT. Selama bertahun-tahun Georgia berupaya untuk bergabung dengan UE, namun kini dengan peresmian undang-undang anti LGBT Georgia terancam tidak bisa bergabung.
Undang-undang yang didukung parlemen dan disetujui pada bulan September lalu secara tegas menjelaskan bahwa negara melarang pernikahan sesama jenis, pengadopsian anak oleh pasangan homo dan tidak mengizinkan perawatan operasi ganti kelamin.
Sikap Georgia ini menunjukkan dedikasi mereka terhadap nilai-nilai yang mereka pegang sejak lama sebagai salah satu identitas bangsa menghadapi propaganda barat yang berusaha membuat seluruh dunia menerima dan menormalisasi hubungan sesama jenis atau lebih luasnya LGBT.
Dalam jumpa pers hari Jum’at lalu sekretaris eksekutif partai Georgian Dream, Mamuka Mdinaradze menyampaikan bahwa “meskipun undang-undang (pelarangan LGBT) secara temporal mengganggu kemajuan kita , kita tidak akan begitu saja tunuk pada apa yang mereka sebut sebagai nilai-nilai (Eropa)”
Menurut Mdinaradze, pemerintahan Georgia tidak sudi menjual generasi masa depan mereka dengan ambisi politik. “Kami tidak menginginkan Eropa yang semacam itu” ujarnya.
Hubungan Georgia dengan Barat kini sedang memanas semenjak pemilu beberapa waktu lalu. Partai dominan, yaitu Partai Georgia Dream yang mencari hubungan pragmatis dengan semua negara tetangga berhasil meraih kemenangan.
Baca juga: Banjir Bandang Melanda Spanyol, 205 Orang Tewas
Namun, pihak oposisi yang didukung Amerika dan Barat yang termasuk di dalamnya Presiden Georgia, Salome Zourabichvili menolak dan tidak menerima hasil pemilu parlemen tersebut dan menuduh partai Georgia Dream melakukan kecurangan. Pihak oposisi bahkan bertindak lebih jauh dengan melontarkan tuduhan tak berdasar Rusia ikut campur dalam proses.