New York, Purna Warta – Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan bahwa Tepi Barat yang diduduki kini menghadapi krisis pengungsian terbesar dalam lebih dari lima dekade, dipicu oleh semakin intensifnya penggerebekan militer Israel serta meningkatnya kekerasan oleh pemukim.
Dalam unggahan di media sosial pada Selasa, UNRWA menyebut bahwa pihaknya tengah “memimpin respons darurat terbesar sejak 1967 di seluruh Tepi Barat, termasuk Jerusalem Timur yang diduduki.”
“Seperempat keluarga yang mengungsi masih tidak dapat kembali ke rumah mereka,” ujar lembaga tersebut.
UNRWA menambahkan bahwa pihaknya telah “mengangkut 13 ton sampah setiap hari di komunitas yang menampung warga yang dipaksa mengungsi” sebagai bagian dari upaya menjaga layanan sanitasi.
Peringatan itu muncul di tengah berbulan-bulan serangan militer Israel, penghancuran rumah warga, serta serangan pemukim di seluruh Tepi Barat yang diduduki, yang telah membuat ribuan warga Palestina terpaksa mengungsi sejak awal genosida Israel di Gaza.
Pada akhir September, UNRWA melaporkan bahwa lebih dari 42.000 warga Palestina telah dipaksa meninggalkan rumahnya akibat ofensif Israel yang terus berlangsung.
Meski kekerasan kian meningkat, lembaga tersebut menyebut masih terus menyediakan layanan bagi lebih dari 920.000 pengungsi Palestina di wilayah pendudukan.
Dalam pernyataan terbarunya, UNRWA juga mengecam lonjakan mengkhawatirkan serangan pemukim Israel yang menargetkan petani zaitun Palestina di seluruh Tepi Barat.
“Bulan Oktober 2025 berada di jalur menuju bulan paling brutal sejak UNRWA mulai mencatat kekerasan pemukim pada 2013,” bunyi pernyataan itu.
Dalam insiden kekerasan terbaru, pemukim Israel menyerang aktivis asing dan petani Palestina di Deir Istiya, di provinsi Salfit, Tepi Barat yang diduduki.
Para pemukim juga membakar pohon zaitun di desa Marah Rabah, selatan Bethlehem, lapor kantor berita Wafa.
Komisi Perlawanan terhadap Kolonisasi dan Tembok (CWRC) Otoritas Palestina baru-baru ini menyebut bahwa sejak panen zaitun dimulai pada pekan pertama Oktober, telah terjadi sedikitnya 158 serangan di seluruh Tepi Barat yang diduduki Israel.
Lebih dari 15.000 pohon telah menjadi sasaran serangan sejak Oktober 2024, menurut laporan CWRC.
Direktur UNRWA Tepi Barat, Roland Friedrich, memperingatkan bahwa serangan itu “mengancam cara hidup masyarakat Palestina”, karena pertanian zaitun tetap menjadi sumber pendapatan utama bagi banyak keluarga.
Rezim Israel telah meningkatkan kekerasannya di Tepi Barat sejak 7 Oktober 2023, ketika mereka melancarkan perang genosida di Gaza. Sejak saat itu, pasukan dan pemukim Israel telah menewaskan ratusan warga Palestina di wilayah pendudukan tersebut.


