Timur Tengah Baru: Buah dari Mimpi Lama Netanyahu

new modle east

New York, Purna Warta – “Pemisahan total” dan rencana penghancuran adalah inti dari mimpi “Timur Tengah Baru” yang dirancang oleh Netanyahu dan rekan-rekan neokonservatifnya pada 1990-an. Tujuannya adalah mengubah kekacauan di sekitar menjadi peluang strategis untuk membentuk ulang kawasan sesuai kebutuhan supremasi Israel.

Pondasi pemikiran proyek ini adalah sebuah laporan terkenal berjudul “A Clean Break: A New Strategy for Securing the Realm” (Pemisahan Total: Strategi Baru untuk Mengamankan Wilayah), yang disusun oleh tim neokonservatif Amerika atas permintaan lobi pro-Israel di Washington. Laporan ini disusun khusus untuk mendukung kepentingan Netanyahu di awal karier politiknya.

Laporan ini bukan sekadar dokumen teoritis, melainkan dokumen perencanaan strategis yang menyarankan Israel untuk meninggalkan logika kompromi dengan Arab dan beralih pada strategi rekayasa kawasan guna menjamin supremasi Israel selama puluhan tahun.

Beberapa rekomendasi utama dari laporan tersebut antara lain:

  • Menghancurkan Irak sebagai basis nasionalisme Arab karena berpotensi menjadi ancaman.
  • Mengisolasi Suriah dan melemahkan pengaruhnya di Lebanon dan Palestina.
  • Melemahkan institusi dan kekuasaan pusat di kawasan demi memperkuat kelompok sektarian dan etnis yang saling bermusuhan.
  • Bersekutu dengan negara-negara Sunni di Teluk untuk menghadapi Iran, dengan memanfaatkan ketakutan terhadap Syiah dan perlawanan.
  • Mengubah konflik Arab-Israel menjadi “konflik lokal” yang dapat diselesaikan secara administratif.

Dengan kata lain, proyek ini tidak dimulai dari asumsi menyelesaikan konflik, tetapi merekayasa konflik baru yang melemahkan dunia Arab dan melegitimasi kehadiran Israel sebagai kekuatan sentral penstabil di tengah kekacauan buatan.

Neokonservatif Sebagai Pelaksana

Tokoh-tokoh neokonservatif seperti Paul Wolfowitz, Richard Perle, dan Donald Rumsfeld mempromosikan gagasan ini di pusat-pusat pengambilan keputusan di Amerika Serikat. Pasca serangan 11 September, mereka memanfaatkan guncangan global untuk mendorong agenda agresif di kawasan. Invasi dan penghancuran Irak tahun 2003 adalah langkah pertama dalam pelaksanaan nyata dari visi ini.

Ketika Kekacauan adalah Kebijakan

Istilah “kekacauan kreatif” bukanlah deskripsi dari hasil yang tak diinginkan, tapi merupakan definisi strategis dari kebijakan yang diungkapkan oleh Menlu AS saat itu, Condoleezza Rice, pada tahun 2005, guna membenarkan dukungan AS terhadap “pergantian rezim” di kawasan.

Namun, Rice tidak menjelaskan bahwa kekacauan itu sendiri adalah tujuannya, bukan hanya akibat sampingan.

Kekacauan di Timur Tengah bukan hasil dari kegagalan Arab Spring, melainkan buah dari eksploitasi pergerakan tersebut untuk menghancurkan negara dari dalam. Gerakan protes dijadikan sasaran infiltrasi, dibelokkan arah, dan dimanfaatkan untuk strategi geopolitik regional.

“Ketertiban lama” dan pemberontakan terhadapnya adalah dua sisi dari mata uang konflik, yang dikendalikan dari atas, bukan oleh rakyat.

Puncaknya: Kesepakatan Abraham

Setelah bertahun-tahun kekacauan sistematis, Kesepakatan Abraham ditandatangani sebagai puncak dari proyek ini. Pada tahun 2020, empat negara Arab (UEA, Bahrain, Sudan, dan Maroko) menormalisasi hubungan dengan Israel.

Langkah ini bukan hasil dari perdamaian sejati, tetapi produk dari kekacauan sistematis.

Negara-negara yang rela menormalisasi hubungan, baik karena kelelahan akibat perang maupun ketergantungan pada dukungan AS, justru membantu menjadikan musuh lama — Israel — sebagai mitra keamanan dan ekonomi, sementara tidak ada hasil nyata bagi rakyat Palestina.

Perubahan Citra Israel

Dengan keruntuhan negara-negara tetangga dan pembesaran ancaman “perlawanan”, Israel memosisikan diri bukan lagi sebagai penjajah, tetapi sebagai jangkar keamanan dan ekonomi kawasan.

Normalisasi bukan hasil kesepakatan damai, tapi hasil dari rekayasa jangka panjang yang mengguncang keseimbangan dan melemahkan alternatif.

Puncak Proyek Berdarah: Gaza 2023

Sejak Oktober 2023, Israel — dengan dalih “memerangi terorisme” — melancarkan perang penghancuran total terhadap Gaza. Namun kenyataannya, perang ini adalah upaya menghapus eksistensi fisik Palestina dan menghilangkan simbol-simbol serta fondasi kehadiran mereka.

Apa yang terjadi melebihi perang konvensional: pengeboman kamp pengungsi, rumah sakit, masjid, dan infrastruktur — untuk menghancurkan masyarakat, bukan hanya perlawanan.

Pemutusan total sumber kehidupan di Gaza dimaksudkan untuk mengubah demografi kawasan. Kampanye retorika anti-terorisme digunakan untuk menggerakkan opini publik internasional melawan Palestina. Rezim-rezim Arab yang berdamai dibungkam atau terlibat, sehingga pembantaian tampak sebagai respons wajar terhadap ancaman eksistensial.

Bukan Perang Biasa, Tapi Strategi Puluhan Tahun

Ini bukan perang biasa, melainkan puncak dari strategi panjang Israel: mengeluarkan Palestina dari perhitungan, dan mewujudkan Timur Tengah Baru tanpa perlawanan, tanpa cita-cita, dan tanpa ingatan.

Dalam realitas baru ini, Israel bukan lagi anomali kawasan, tapi berusaha menjadi pusat tatanan regional baru melalui:

  • Kemitraan keamanan dengan negara-negara Teluk,
  • Normalisasi hubungan terbuka dengan rezim Arab,
  • Peran sebagai perantara antara Amerika dan dunia Arab,
  • Citra sebagai penjamin stabilitas di tengah kekacauan buatan.

Itu adalah perubahan total dalam keseimbangan: dari rezim terisolasi menjadi rezim rujukan.

Dari Rencana ke Medan Tempur

Apa yang kita saksikan hari ini adalah hasil dari desain jangka panjang, bukan sekadar kekacauan spontan. Timur Tengah Baru yang diimpikan Netanyahu bukan sekadar gagasan, melainkan rezim regional berdarah yang tengah dibentuk.

Namun seperti halnya bangsa-bangsa pernah menggulingkan penjajah dan penguasa zalim, mungkin momen sejarah selanjutnya adalah kebangkitan melawan proyek ini.

Timur Tengah bukan milik siapa pun secara eksklusif; ia adalah ruang yang akan terus dibentuk kembali oleh rakyatnya, kapan pun peluang itu muncul — meskipun represi terus berlangsung, pembantaian mengganas, dan keadilan absen.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *