Rafah, Purna Warta – Dokter sukarelawan di Rafah, Gaza selatan, menghadapi tantangan dalam memberikan bantuan medis penting di tengah krisis kemanusiaan yang diperburuk oleh serangan Israel baru-baru ini.
Dengan masuknya 1,5 juta warga Palestina yang mencari perlindungan di Rafah dari kekerasan di Gaza utara dan tengah, fasilitas kesehatan kewalahan dan menghadapi kekurangan obat-obatan dan pasokan yang parah.
Baca Juga : Bayi Baru Lahir di Gaza Hadapi Krisis Gizi Buruk di Tengah Memburuknya Kekurangan Pangan
PBB melaporkan bahwa kota Rafah, di selatan Gaza, telah menjadi tempat perlindungan bagi sekitar 1,5 juta warga Palestina menyusul meningkatnya perang yang dilakukan Israel di wilayah lain di wilayah tersebut.
Namun, lonjakan jumlah penduduk telah membebani infrastruktur layanan kesehatan di kota tersebut melebihi kapasitasnya, sehingga menyebabkan para dokter relawan harus menghadapi tantangan besar dalam menyediakan layanan medis yang memadai.
Ahmed Saad, seorang relawan yang bekerja di sebuah pusat kesehatan di Rafah, mengungkapkan situasi yang mengerikan tersebut, dengan menyatakan, “Mustahil bagi fasilitas medis untuk menampung jumlah pasien sebanyak ini. Kami beroperasi di sebuah kamp yang menampung sekitar 1,5 juta orang. Kami menerima obat-obatan untuk menutupi seminggu, tapi habis hanya dalam satu hari.”
Samar Gregea, seorang pengungsi Palestina dari Kota Gaza, menyoroti kekurangan obat-obatan, khususnya obat-obatan anak. “Ada banyak pasien di kamp tersebut, semua anak-anak menderita kekurangan gizi, dan tersebar luasnya penyakit hepatitis A. Anak-anak membutuhkan makanan tinggi gula, seperti kurma, yang saat ini tidak tersedia,” jelasnya.
Baca Juga : Demonstran Pro-Palestina Serukan Penutupan Pabrik Senjata Israel di Inggris
Meningkatnya kekerasan telah menimbulkan banyak korban jiwa, dan Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan jumlah korban yang sangat besar. Sejak 7 Oktober, total 31,645 warga Palestina telah tewas, dan 73,676 luka-luka dalam serangan Israel di Gaza. Dalam 24 jam terakhir saja, 92 orang kehilangan nyawa dalam perang yang sedang berlangsung, menurut angka terbaru kementerian tersebut.