Sekelompok Pengacara dan Aktivis Keluhkan Pemberian Status Pengamat Uni Afrika Kepada Israel

Gambar file ini menunjukkan markas besar gedung Uni Afrika di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa, pada Januari 2017.

Purna Warta – Sekelompok pengacara, peneliti, dan aktivis internasional telah mengajukan keluhan kepada Komisi Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Hak Rakyat. Mereka mencela keputusan Uni Afrika baru-baru ini untuk memberikan Israel status pengamat di badan kontinental, dan dan sedang mengusahakan pencabutan langkah tersebut.

“Pengaduan ini diajukan terhadap keputusan Uni Afrika yang diambil pada akhir Juli 2021 yang mana memberikan status pengamat kepada Israel,” bunyi dokumen setebal 200 halaman yang mengajukan petisi keputusan AU.

“Pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel bertentangan dengan semangat dan tujuan Piagam Uni Afrika, khususnya yang berkaitan dengan masalah penentuan nasib sendiri dan dekolonisasi karena Israel terus menduduki Palestina secara ilegal yang melanggar kewajiban internasionalnya dan berbagai resolusi PBB,” catat dokumen tersebut.

Komunitas Pembangunan Afrika Selatan (SADC), sebuah blok dari 16 negara telah mengutuk keputusan Komisi Uni Afrika untuk memberikan status pengamat Israel di organisasi regional.

Iqbal Jassat, anggota eksekutif Media Review Network (MRN) yang berbasis di Johannesburg merupakan pengadu kedua dalam masalah ini. Ia mengatakan bahwa mereka bekerja sama dengan pengacara AS Stanley Cohen bersama dengan pengacara Afrika Selatan Nadeem Mahomed dan Shabnam Mayet untuk minta AU membalikkan keputusannya.

Dia mengatakan mereka ingin AU untuk membatalkan keputusan berdasarkan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan apartheid, termasuk deklarasi dari para korban serangan terbaru di Jalur Gaza yang dikepung oleh Israel.

“Sementara ini kami tidak mencari keadilan dari Uni Afrika atas masalah kejahatan perang terhadap Palestina oleh Israel, kami mencari agar Israel tidak diizinkan untuk menikmati kebebasan yang diberikan Uni Afrika kepadanya dalam posisi status pengamat,” kata pernyataan itu.

Aliansi Solidaritas Palestina (PSA), sebuah badan sukarela berbasis di Johannesburg yang mengadvokasi kebebasan Palestina telah mendaftarkan keluhan pertama dalam masalah ini.

“Kami, sebagai orang Afrika Selatan yang tinggal di negara anggota AU menganggap tugas kami untuk memerangi dan menolak keputusan Uni Afrika dalam memberikan status pengamat kepada Israel,” kata Naazim Adam dari PSA.

Bulan lalu, Menteri Luar Negeri Aljazair Ramtane Lamamra mengecam ketua Komisi Uni Afrika (AU) karena membela keputusannya untuk memberikan status pengamat Israel di blok Afrika. Ia mengatakan desakan tersebut pada akhirnya akan mengakibatkan pecahnya organisasi regional.

“Moussa Faki Mahamat berusaha membela diri [dalam menghadapi kecaman yang berkembang atas langkah tersebut dan karenanya ia membuat pernyataan terbaru. Dia tidak menyadari konsekuensi yang akan ditimbulkan oleh keputusan itu,” kata Lamamra dalam sebuah wawancara dengan surat kabar harian al-Fadjr Aljazair pada 7 Agustus.

Pada 22 Juli, Israel memperoleh status pengamat di AU setelah hampir 20 tahun melobi.

Sebelumnya Israel memegang status pengamat di Organisasi Persatuan Afrika pendahulunya hingga 2002, ketika organisasi itu dibubarkan dan digantikan oleh AU.

Bahasa pro-Palestina biasanya ditampilkan dalam pernyataan yang disampaikan pada KTT tahunan AU.

Palestina sudah memiliki status pengamat di Uni Afrika.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *