Paris, Purna Warta – Organisasi nonpemerintah internasional untuk kebebasan pers, Reporters Without Borders (RSF) telah mendesak rezim Israel untuk menangguhkan ekspor teknologi mata-mata berbahaya yang digunakan untuk menganiaya musuhnya di seluruh dunia. Setelah dilakukan penyelidikan skala internasional ditemukan ada 50.000 nomor telepon telah ditargetkan menggunakan spyware Israel.
“Pemasangan spyware oleh pemerintah untuk praktik pemantauan ratusan jurnalis di seluruh dunia akan menimbulkan masalah demokrasi yang besar,” kata sekjen RSF Christophe Deloire dalam sebuah pernyataan di situs web pada hari Rabu (21/7).
“Terlepas dari seberapa efektifnya, tidak pantas bagi Israel untuk terus mempromosikan teknologi unggulan ini seperti produk bisnis lainnya. Kami meminta Perdana Menteri Israel Naftali Bennett untuk memberlakukan moratorium pada ekspor teknologi pengawasan sampai kerangka peraturan perlindungan ditetapkan,” kata Deloire.
Investigasi yang dilakukan oleh media termasuk The Guardian, Le Monde dan The Washington Post menemukan bahwa Pegasus merupakan spyware tingkat militer yang dilisensikan oleh perusahaan spyware Israel NSO Group. Spyware tersebut digunakan untuk meretas smartphone milik para pemimpin dunia, jurnalis, pegiat hak asasi manusia, dan eksekutif bisnis. Dua wanita yang dekat dengan jurnalis Saudi yang terbunuh, Jamal Khashoggi juga telah dimata-matai dengan spyware tersebut.
Tiga presiden yang sedang menjabat, Emmanuel Macron dari Prancis, Barham Salih dari Irak dan Cyril Ramaphosa dari Afrika Selatan, tiga perdana menteri saat ini, Imran Khan dari Pakistan, Mostafa Madbouly dari Mesir dan Saad-Eddine El Othmani dari Maroko, dan Raja Maroko Mohammed VI ada dalam daftar yang ditargetkan melalui Pegasus.
Penyelidikan juga mengungkapkan bahwa Pegasus dijual kepada pemerintah seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan India. Yang mana negara-negara tersebut memiliki reputasi buruk dalam penindasan pembangkang politik.
Pada hari Rabu, Bennett menyombongkan kehebatan teknologi Israel pada konferensi siber di Tel Aviv dengan mengatakan, “Dari setiap $100 yang diinvestasikan dalam pertahanan siber di seluruh dunia, $41 di antaranya diinvestasikan di perusahaan pertahanan siber Israel.”
Dia juga mengklaim puluhan negara telah menandatangani memorandum untuk mendapatkan perangkat dari Israel untuk menangkal serangan siber.
Pada hari Selasa (20/7) menteri urusan militer Israel Benny Gantz mengklaim Israel menyetujui ekspor teknologi kepada pemerintah secara eksklusif untuk tujuan pencegahan dan penyelidikan kejahatan dan terorisme.
Normalisasi negara-negara adalah Imbalan untuk Israel
Menurut sebuah artikel yang diterbitkan oleh Middle East Eye, tujuan penjualan spyware oleh rezim Israel tidak hanya untuk meningkatkan ekonomi negara tersebut, namun juga digunakan untuk melayani kebutuhan diplomatik dan militernya.
“Dengan menjual senjata atau alat siber, Israel membuat terobosan ke wilayah yang belum dipetakan terutama negara-negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel atau yang pemerintahnya adalah paria global,” tulis artikel tersebut.
Hal ini menjelaskan bahwa Israel tidak akan pernah menjual teknologi tercanggihnya dan hanya menggunakannya untuk badan intelijennya sendiri. Israel hanya menjual spyware kurang canggih kepada pemerintah yang represif untuk mengambil manfaat dalam tujuan diplomatik dan militer.
“Israel melalui Mossad, telah sedemikian rupa membuka jalan untuk membentuk hubungan klandestin pertama dan kemudian lebih terbuka dengan bagian-bagian dunia Arab, baik itu UEA, Bahrain atau Arab Saudi,” argumen artikel Middle East Eye.
Artikel tersebut mencatat bahwa imbalan untuk Israel sangat sederhana. Israel menyetujui, melisensikan dan bahkan mendorong perusahaan seperti NSO atau Cellebrite untuk menjual alat mematikan kepada para diktator, pasukan polisi yang tidak bermoral dan layanan keamanan, sebagai imbalannya, pemerintah tersebut siap menjalin hubungan dengan Israel atau bekerja sama dengannya dengan memberikan informasi intelijen.
Ia juga menyebut Azerbaijan sebagai kasus yang bagus untuk dalam “persekutuan kotor” ini.
“Israel telah menjual senjata dan peralatan siber ke Azerbaijan. Pemerintah Baku telah menggunakannya untuk memata-matai dan melecehkan lawan politik dan jurnalisnya. Dan sebagai balasannya Azerbaijan memberikan izin kepada Israel untuk menggunakan wilayahnya sebagai landasan peluncuran untuk operasi intelijen melawan Iran,” katanya.
Menurut artikel itu, pada saat yang sama Israel tidak akan pernah menjual teknologi tercanggihnya yang memungkinkan negara tersebut kalah dari musuh dan bahkan sekutunya.
Artikel itu mengatakan, “Hanya ketika generasi baru alat dikembangkan, kementerian militer Israel mengizinkan teknologi lamanya untuk dijual ke pasar luar negeri. Orang dapat menyimpulkan bahwa Shin Bet, Mossad, dan MI (Intelijen Militer Israel) sekarang memiliki spyware yang jauh lebih canggih daripada Pegasus.”