Al-Quds, Purna Warta – Puluhan ribu warga Israel telah menuju kota al-Quds yang diduduki untuk menyuarakan protes dan penentangan mereka terhadap kebijakan ekstremis Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, di tengah protes anti-rezim selama berbulan-bulan.
Para demonstran berjalan melalui jalan raya yang berkelok-kelok menuju al-Quds di bawah terik matahari pada hari Sabtu (22/7), sambil membawa bendera Israel dan meneriakkan slogan-slogan anti-rezim.
Baca Juga : Moskow: Wartawan Rusia Tewas Akibat Bom Cluster AS di Ukraina
Para pengunjuk rasa berencana untuk mengadakan rapat umum di luar parlemen menjelang debat hari Minggu dan pemungutan suara selanjutnya yang disebut RUU kontroversial reformasi peradilan Netanyahu, yang telah menjerumuskan Israel ke dalam salah satu krisis politik terburuknya.
Di bawah rencana perombakan yudisial, Netanyahu berusaha memberi pengaruh lebih besar kepada kabinet ekstremis rezim dalam proses pemilihan hakim Mahkamah Agung, sambil berusaha memberdayakan para politisi dan Knesset untuk mengesampingkan keputusan pengadilan.
Sementara itu, puluhan mantan kepala keamanan, termasuk militer, polisi dan kepala agen mata-mata Israel Mossad telah meminta Netanyahu untuk membatalkan pemungutan suara dan sebagai gantinya merundingkan reformasi yang disepakati secara luas.
“Undang-undang itu menghancurkan hal-hal yang dimiliki oleh masyarakat Israel, mencabik-cabik orang, menghancurkan militer dan menimbulkan pukulan fatal pada keamanan Israel,” kata mereka dalam sebuah surat pada hari Sabtu.
Baca Juga : AS Tugaskan Kapal Perang Angkatan Laut Pertama di Sydney
Netanyahu memperkenalkan rencana itu pada Januari, yang memicu berbulan-bulan protes anti-Netanyahu yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan para kritikus menggambarkan rencana itu sebagai ancaman terhadap independensi pengadilan oleh perdana menteri, dimana dirinya diadili atas tuduhan korupsi.
Mereka yang mendukung skema tersebut menyatakan bahwa skema tersebut memperkenalkan keseimbangan dalam kekuasaan yang dimiliki oleh berbagai cabang rezim. Lawannya, di sisi lain, mengatakan setelah diratifikasi, rencana itu akan memberdayakan kelas penguasa untuk bertindak dengan cara yang lebih otoriter.
Dihadapkan dengan protes yang mengamuk serta gelombang aksi industri massal untuk mendukung protes tersebut, Netanyahu mengumumkan jeda pada akhir Maret dalam upayanya agar rencana tersebut disetujui oleh Knesset.
Rencana perombakan yudisial awalnya berusaha membuat Mahkamah Agung tidak mampu menjatuhkan keputusan politisi.
Anggota parlemen pro-Netanyahu telah mengindikasikan bahwa RUU baru akan menjadi versi yang jauh lebih lunak dari proposal sebelumnya yang berusaha untuk hampir sepenuhnya memutar kembali kekuasaan Mahkamah Agung untuk memerintah eksekutif. Oposisi, bagaimanapun, mengatakan RUU baru masih akan membuka pintu untuk korupsi.
Baca Juga : Kunjungan Herzog Ke AS Perwakilan Kekerasan Israel Terhadap Palestina
Jaksa Agung rezim, Gali Baharav-Miara, menuduh Netanyahu bertindak “ilegal” dalam memperjuangkan reformasi. Dia mencatat bahwa perdana menteri sedang mencoba untuk melanjutkan rencana tersebut karena persidangan korupsi yang telah berlangsung lama di mana dia dituduh melakukan penipuan dan pelanggaran kepercayaan.