Netanyahu Tolak Pemberian Jalur Aman Bagi Pejuang Hamas Meski ada Rencana Trump

Netanyahu 1

Al-Quds, Purna Warta – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak upaya pemberian “jalur aman” bagi 200 pejuang Hamas untuk kembali dari wilayah Gaza yang diduduki Israel menuju kawasan yang berada di bawah kendali Hamas, meski sebelumnya ia secara terbuka telah menyatakan dukungan terhadap rencana gencatan senjata 20-poin yang diajukan Presiden AS Donald Trump.

Media Israel pada Senin melaporkan, dengan mengutip seorang “pejabat Israel” — istilah yang umumnya merujuk pada kantor Netanyahu — bahwa perdana menteri “tidak mengizinkan jalur aman bagi 200” pejuang Hamas.

Sebelumnya Kanal 12 Israel melaporkan bahwa sekitar 200 pejuang Hamas, yang diperkirakan berada di jaringan terowongan bawah tanah di bagian selatan Gaza yang diduduki Israel — khususnya di Rafah — akan diberikan jalur aman ke wilayah yang dikuasai Hamas apabila mereka bersedia meletakkan senjata.

Menurut laporan awal tersebut, sumber militer Israel menyatakan jalur aman hanya akan diberikan bila pihak perlawanan menyerahkan lebih banyak jasad warga Israel yang meninggal dalam penahanan.

Laporan awal Kanal 12 memicu kritik dari sejumlah politisi Israel, sebelum kemudian “pejabat Israel” itu secara tegas menyatakan bahwa Netanyahu tidak akan memberikan jalur aman bagi pejuang Palestina yang terjebak di Rafah.

“Perdana menteri tetap teguh pada posisi perlucutan senjata Hamas dan demiliterisasi Jalur Gaza serta meniadakan ancaman teror terhadap pasukan kami,” klaim pejabat tersebut.

Rencana 20-poin Trump untuk Gaza, yang didukung Netanyahu pada September, memuat ketentuan bahwa “setelah seluruh sandera dikembalikan, anggota Hamas yang berkomitmen pada koeksistensi damai dan menyerahkan senjatanya akan diberikan amnesti.”

Fase awal rencana gencatan senjata 20-poin tersebut mulai berlaku pada 9 Oktober dan telah mencakup pertukaran tahanan. Namun tahapan berikutnya belum dinegosiasikan.

Sebelum bantahan resmi disampaikan, Menteri Keuangan garis keras Bezalel Smotrich menyebut laporan tentang jalur aman bagi pejuang perlawanan itu sebagai “kegilaan total”, dan mendesak Netanyahu agar “menghentikannya”.

Menteri keamanan nasional Itamar Ben Gvir juga menolak laporan itu, serta menyatakan bahwa ia “menuntut 200 teroris yang berada di luar ‘Garis Kuning’ dibunuh atau dipenjarakan,” merujuk pada garis yang diperkenalkan dalam rencana Trump dan membentang dari Gaza utara hingga pinggiran Rafah.

Kritik juga datang dari oposisi. Pemimpin Partai Biru dan Putih, Benny Gantz, menulis di X, “Kita tidak boleh membiarkan mereka keluar dari terowongan dan berkonsolidasi kembali.”

Ketua partai Yisrael Beytenu, Avigdor Liberman, menyebut rencana tersebut sebagai “kegilaan total dari pemerintahan yang lemah dan tertekan” dan menyatakan hal itu tidak boleh dibiarkan terjadi.

Pada hari yang sama, militer Israel mengklaim telah menewaskan pejuang yang diduga melintasi “garis kuning” dan “mengancam langsung” pasukan yang ditempatkan di Gaza selatan.

Menurut Times of Israel, insiden penembakan terjadi saat “tidak selalu jelas bagi pasukan di lapangan di mana garis tersebut berada pada berbagai bagian Gaza.”

Israel telah menewaskan sedikitnya 68.865 warga Palestina dan melukai 170.670 lainnya sejak melancarkan perang di Gaza pada 7 Oktober 2023, hingga tercapainya kesepakatan gencatan senjata bulan lalu.

Pada 10 Oktober, pasukan Israel menyelesaikan tahap pertama penarikan menuju “garis kuning” namun masih mempertahankan kendali atas hampir 58 persen wilayah Jalur Gaza.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *