Al-Quds, Purna Warta – Dalam lanjutan laporan resmi rezim Israel mengenai dampak perang Gaza — serta informasi yang disampaikan secara bertahap oleh kalangan Israel terkait konsekuensi perang — lembaga kajian keamanan dalam negeri “INSS” yang bernaung di Universitas Tel Aviv mengatakan bahwa salah satu perubahan mendasar akibat perang adalah melemahnya posisi global Israel, dan meningkatnya sentimen anti-Israel secara signifikan.
Pusat kajian tersebut menambahkan bahwa Israel masih berada dalam posisi genting, dan bahwa gencatan senjata di Jalur Gaza — berdasarkan rencana Presiden AS Donald Trump — mencegah kondisi memburuk lebih jauh, tetapi tidak serta-merta memperbaiki posisi Israel.
Laporan tersebut menyebutkan bahwa perubahan lain yang muncul dari perang Gaza adalah meningkatnya kembali signifikansi faktor perang dalam hubungan internasional — sesuatu yang dalam puluhan tahun terakhir banyak ditentang di dunia Barat, terutama di Eropa. Keberhasilan Hamas dalam mendorong pengakuan internasional yang luas atas negara Palestina, serta kemungkinan Presiden Rusia Vladimir Putin mencapai tujuannya di Ukraina timur, memperkuat kembali peran perang dan mengubah pendekatan yang mengemuka sejak runtuhnya Uni Soviet.
Pusat tersebut menegaskan bahwa meningkatnya pengaruh Qatar dan Turki di Jalur Gaza dan kawasan Timur Tengah secara umum merupakan perkembangan signifikan yang membawa ancaman tersendiri.
Disebutkan pula, perubahan lain terkait dengan semakin menginternasionalnya isu konflik Israel-Palestina. Amerika Serikat tetap menjadi kekuatan sentral yang mengatur serta membatasi langkah taktis Israel. Penempatan pasukan internasional di Jalur Gaza merupakan perubahan strategis dalam konteks konflik tersebut — meski masih terlalu dini untuk memastikan apakah ini hanya fenomena sementara atau perubahan yang menuntut peninjauan kembali kebijakan Israel soal konflik Palestina.
Laporan tersebut juga menekankan meningkatnya perpecahan sosial-politik internal Israel. Israel memasuki perang dalam kondisi terjadi konflik sosial-politik besar pada tahun 2023, menyusul rencana kabinet Netanyahu untuk melemahkan kekuasaan peradilan.
Perbedaan pandangan di antara warga Israel terkait sifat perang, isu para tawanan, diskursus “hari setelah perang” di Gaza, dan isu-isu lain, semakin memperdalam perpecahan politik internal.
INSS menegaskan bahwa Israel perlu merumuskan kebijakan keamanan baru yang selaras dengan perubahan yang dihasilkan perang Gaza — terutama karena gencatan senjata masih rapuh dan belum jelas apakah perang telah benar-benar berakhir. Karena itu, Israel membutuhkan kaji ulang komprehensif atas kebijakannya, dan kabinet harus mengumumkan doktrin baru sebelum masa mandatnya berakhir, agar militer dapat menyesuaikan strategi pelaksanaan.
Laporan menambahkan bahwa pelajaran perang bukan hanya soal militer, tetapi juga menyangkut masyarakat Israel dan ketahanan internal, terutama menjelang pemilu baru Israel yang seharusnya berfokus pada masa depan, bukan masa lalu. Guncangan dari 7 Oktober 2023 dan perang sesudahnya harus dimanfaatkan untuk menyusun visi baru bagi Israel.
Namun demikian, pusat studi tersebut di bagian akhir menegaskan bahwa fakta lapangan menunjukkan pemilu Israel tetap akan berputar pada isu-isu masa lalu serta saling lempar tuduhan, yang pada akhirnya akan memperparah perpecahan internal, retorika provokatif, dan kekerasan domestik di Israel.


