Tehran, Purna Warta – Menurut laporan pemberitaan di Tehran, Asaad Al-Shaibani, Menteri Luar Negeri pemerintah pemberontak Suriah, dalam sesi tanya jawab di Dialog Manama 2025 mengenai hubungan dengan Iran di bawah kepemimpinan penguasa baru Damaskus, mengklaim:
“Cerita kami dengan Iran panjang. Saya tidak tahu apakah kebijakan mereka di Suriah dan kawasan sudah tepat; kebijakan itu justru menentang rakyat Suriah. Sepanjang 14 tahun perang internal, mereka campur tangan dengan berpihak pada Bashar al-Assad.”
Menurut laporan ISNA, klaim Al-Shaibani muncul sementara Iran, atas undangan pemerintah sah Suriah, mengirim penasihat militer untuk membantu melawan terorisme, terutama ISIS, dan berkali-kali menegaskan bahwa mereka tidak berniat melakukan penempatan militer atau campur tangan dalam urusan internal negara tersebut.
Al-Shaibani, meski mengakui pengaruh jelas beberapa negara dalam mendukung penguasa baru Suriah membentuk pemerintahan inklusif, serta serangan agresif rezim Israel ke wilayah Suriah, melanjutkan tudingannya terhadap Iran:
“Kami tidak memiliki masalah dengan Iran sebagai negara. Masalahnya adalah campur tangan—campur tangan yang sebenarnya menambah penderitaan rakyat Suriah. Kini Suriah bebas dari intervensi ini.”
Menteri luar negeri kelompok pemberontak baru yang berkuasa di Suriah menambahkan:
“Sekarang saya ingin mengaitkan isu ini dengan persepsi Israel di kawasan. Saya pikir setiap negara yang membangun kebijakan luar negeri dan basis militernya berdasarkan bias—seperti Iran yang mengatakan Jalur Al-Quds melewati Suriah, dan Israel yang menyatakan Jalur Daud melewati Suriah—tidak akan membawa perdamaian dan stabilitas. Suriah milik rakyat Suriah, dan jalur itu milik siapa pun bukan. Negara ini adalah titik penghubung semua peradaban, memiliki kedaulatan nasional independen, dan kami tidak menerima campur tangan apa pun di Suriah.”
Jalur Daud adalah proyek strategis yang tampaknya bertujuan menciptakan koridor transportasi dan energi dari wilayah pendudukan melalui Suriah selatan menuju Irak, sebagai bagian dari rencana yang lebih luas untuk memperluas pengaruh rezim Israel dari Nil hingga Efrat. Proyek ini tidak hanya terkait isu ekonomi, tetapi juga sasaran geopolitik yang lebih luas, termasuk mengurangi pengaruh Iran dan memperkuat hubungan dengan negara-negara Arab.
Menurut laporan media, kehadiran militer Israel di Suriah selatan dapat memicu peningkatan konflik dengan kelompok perlawanan seperti Hizbullah. Proyek ini juga dapat digunakan sebagai dalih “melindungi jalur vital” untuk melancarkan serangan militer Israel ke Lebanon atau Suriah.


