Kerugian $3 Miliar Militer Israel Akibat Pembebasan Layanan Wajib Militer bagi Sekutu Netanyahu

tentara zionis

Al-Quds, Purna Warta – Menurut laporan pemberitaan, isu perpanjangan pembebasan kaum Haredi dari wajib militer sejak kabinet sayap kanan Netanyahu berkuasa pada awal 2023 hingga kini telah menjadi salah satu masalah paling kontroversial di rezim Israel, meningkatkan perpecahan politik dan memperlebar jurang sosial di wilayah pendudukan.

Saat ini, rancangan undang-undang Bismuth sedang dibahas di komite terkait dan akan segera diajukan untuk pembacaan kedua dan ketiga di Knesset. Namun, selain mendapat penentangan di kalangan Yahudi non-Haredi karena memperkuat diskriminasi sosial, rancangan ini juga menuai kritik dari institusi ekonomi Israel.

Menurut laporan terbaru yang diterbitkan oleh Israel Democracy Institute awal Desember, populasi Haredi di wilayah pendudukan mencapai sekitar 1,5 juta orang, atau sekitar 14,3% dari total penduduk. Sebanyak 57% dari Haredi berusia di bawah 19 tahun, menjadikan mereka kelompok demografis termuda di wilayah ini. Namun, mayoritas pemuda ini masuk ke sekolah agama (yeshiva), sehingga alih-alih bekerja dan berkontribusi pada ekonomi, mereka menerima tunjangan bulanan dari pemerintah Israel dan bebas dari wajib militer.

Laporan menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yeshiva meningkat dari sekitar 93.000 pada 2013 menjadi 170.000 pada 2023, dengan tingkat pertumbuhan tahunan lebih dari 6%. Sementara itu, jumlah Haredi yang mengikuti wajib militer tetap stagnan.

Seiring berakhirnya masa pembebasan, partai-partai Haredi penyusun kabinet Netanyahu menekan agar hak ini diperpanjang. Rancangan undang-undang Bismuth akhirnya diajukan. Namun, pembebasan kaum Haredi berarti tekanan lebih besar pada pasukan cadangan, terutama karena kebijakan Netanyahu dua tahun terakhir berfokus pada kelanjutan perang, meningkatkan kebutuhan militer akan personel cadangan.

Sebagai kompromi untuk mempertahankan dukungan partai Haredi dan stabilitas kabinet, Kementerian Pertahanan mengumumkan bahwa pada tahun berikutnya 60.000 pasukan cadangan akan bertugas. Namun, Kementerian Keuangan menentang karena biaya penugasan jumlah tersebut menekan anggaran, yang ingin dikurangi oleh Menteri Keuangan Smotrich pada 2026. Hasil negosiasi antara kedua kementerian, jumlah pasukan cadangan dikurangi menjadi 40.000 orang.

Meski demikian, penugasan 40.000 cadangan tetap menimbulkan biaya lebih dari $3 miliar bagi pembayar pajak Israel. Analisis struktur perpajakan Israel menunjukkan bahwa Yahudi non-Haredi, yang membentuk mayoritas pasukan aktif dan cadangan, merupakan sumber utama pendapatan negara. Sementara biaya pasukan wajib militer setengah lebih rendah dibandingkan cadangan, potensi pendapatan setiap Haredi muda bisa mencapai $6.850 per bulan.

Dengan demikian, meski rancangan pembebasan Haredi menimbulkan beban ekonomi yang signifikan dan meski pasokan personel militer Israel masih krisis karena kekurangan pasukan baru dan cadangan, serta keputusan Menteri Pertahanan Israel Yisrael Katz memperpanjang masa wajib militer menjadi tiga tahun (yang menambah tekanan pada non-Haredi), Netanyahu tetap akan mendorong rancangan ini untuk menjaga koalisi kabinetnya. Tanpa dukungan partai Haredi, koalisi akan runtuh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *