Purna Warta – Uni Emirat Arab (UEA) secara resmi meresmikan kedutaan besarnya di Israel, kurang dari setahun setelah kedua pihak sepakat untuk menjalin hubungan formal di bawah kesepakatan yang ditengahi AS.
Upacara peresmian pada hari Rabu (14/7) diselenggarakan oleh Duta Besar UEA untuk Israel Mohammad al-Khaja, dengan dihadiri oleh Presiden rezim Isaac Herzog.
Kedutaan terletak di gedung Bursa Efek Tel Aviv, juga dikenal sebagai Gedung Bursa.
Israel membuka kedutaannya di ibu kota Emirat pada akhir Juni. Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid meresmikan kedutaan Israel di Abu Dhabi dan konsulat Israel di Dubai selama kunjungan dua hari.
Israel dan UEA telah menandatangani sejumlah kesepakatan di berbagai bidang, mulai dari pariwisata hingga penerbangan dan layanan keuangan, sejak mereka menandatangani perjanjian normalisasi pada Agustus tahun lalu.
Para menteri Israel sebelumnya telah mengunjungi UEA. Lapid merupakan diplomat Israel paling senior yang melakukan perjalanan tersebut dan yang pertama melakukan perjalanan dalam misi resmi.
Menurut pejabat Israel, pada bulan Maret, kunjungan resmi yang direncanakan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke UEA dibatalkan karena perselisihan dengan Yordania mengenai penggunaan wilayah udaranya.
Netanyahu menandatangani perjanjian dengan menteri luar negeri Emirat dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif Al Zayani selama upacara resmi yang diselenggarakan oleh mantan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pada 15 September tahun lalu.
Palestina, yang sedang mengusahakan kemerdekaan di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza memandang kesepakatan tersebut sebagai pengkhianatan terhadap tujuan mereka.
Seorang anggota Komite Sentral gerakan Fatah Palestina, Abbas Zaki telah mengecam Putra Mahkota Abu Dhabi Mohammed bin Zayed (MBZ) sebagai “pengkhianat” untuk perjuangan Palestina, dengan mengatakan Uni Emirat Arab harus dikeluarkan dari Liga Arab karena normalisasinya dengan Israel.
Abbas Zaki mengatakan, “Jika pintu UEA dibuka untuk menaturalisasi Zionis, maka anda akan binasa.”
“Rakyat Emirat bebas dan hebat dan kami tidak mengaitkan pengkhianatan ini kepada mereka, karena satu-satunya pengkhianat adalah Mohammed bin Zayed,” kata Zaki.
Diplomat Prancis dan Jerman Boikot Acara Kedubes AS di Yerusalem al-Quds
Secara terpisah, duta besar senior Eropa untuk Israel, termasuk pejabat Jerman dan Prancis, memboikot upacara Hari Kemerdekaan 4 Juli di kedutaan AS di Yerusalem al-Quds yang diduduki.
Menurut sebuah laporan dari Jerusalem Post, para duta besar memutuskan untuk tidak menghadiri acara tersebut karena negara mereka menganggap Yerusalem al-Quds sebagai kota yang diduduki.
Mereka yang ambil bagian dalam upacara tersebut dilaporkan termasuk duta besar dari Rumania dan Inggris, serta Kosovo, Australia, Norwegia, dan Kanada.
Trump memicu kontroversi karena secara resmi mengakui Yerusalem al-Quds sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017, sebelum memindahkan kedutaan AS ke sana dari Tel Aviv pada Mei 2018.
Guatemala dan Paraguay kemudian mengikuti jejak Washington, sebelum yang terakhir membalikkan keputusannya hanya dalam empat bulan.
Israel mengklaim seluruh Yerusalem al-Quds, tetapi masyarakat internasional memandang sektor timur kota itu sebagai wilayah pendudukan dan Palestina menganggapnya sebagai ibu kota negara masa depan mereka.