AL-Quds, Purna Warta – Dalam pernyataan yang dikeluarkan pada Hari Perempuan Internasional, Maarouf menyatakan bahwa pembunuhan tersebut melanggar hukum humaniter internasional. Ia menambahkan bahwa kejadian ini terjadi di hadapan “dunia bebas yang mengklaim membela hak-hak perempuan dan perlindungan jurnalis.”
“Status mereka sebagai perempuan tidak bisa melindungi mereka dari tentara Israel, begitu pula kekebalan jurnalistik mereka tidak bisa melindungi mereka dari entitas pembunuh,” tambahnya, seperti dilaporkan Anadolu Agency.
Maarouf juga menuduh komunitas internasional “gagal mengambil tindakan substansial,” dengan mengatakan bahwa “banyak respons hanya terbatas pada pernyataan kecaman,” yang ia anggap “munafik dan tidak memadai.”
Jalur Gaza telah hancur akibat perang Israel, dengan perempuan dan anak-anak menjadi korban utama kekerasan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik Palestina, mereka mewakili 70% dari total korban tewas, yang mencapai 46.960 pada 19 Januari 2025.
Sejak 19 Januari, kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan telah berlaku di Gaza, menghentikan perang brutal Israel yang telah menewaskan lebih dari 48.400 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan meninggalkan wilayah tersebut dalam reruntuhan.
Pada November lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Perang Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait kampanye militernya.
Dunia Diam Menyaksikan Kekejaman
Maarouf menyerukan tindakan tegas dari komunitas internasional untuk menghentikan kekerasan Israel terhadap jurnalis dan warga sipil di Gaza. “Dunia tidak boleh terus diam melihat pembunuhan terhadap mereka yang membawa kebenaran,” tegasnya.
Pembunuhan terhadap jurnalis perempuan ini menambah daftar panjang pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel di Gaza. Sejak awal perang, Israel telah menargetkan infrastruktur media dan membungkam suara-suara yang memberitakan realitas di lapangan.
Dengan terus berlanjutnya kekerasan dan kehancuran di Gaza, tekanan terhadap Israel untuk mempertanggungjawabkan tindakannya semakin meningkat. Namun, hingga saat ini, respons internasional masih dianggap tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami rakyat Palestina.
Seruan untuk Keadilan
Kasus di ICC dan ICJ menjadi harapan bagi banyak pihak untuk menuntut akuntabilitas Israel. Namun, tanpa tindakan nyata dari komunitas global, kekejaman ini mungkin akan terus berlanjut. “Kami membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata. Kami membutuhkan tindakan nyata untuk menghentikan pembunuhan ini,” kata Maarouf.
Perang di Gaza tidak hanya menghancurkan infrastruktur, tetapi juga merenggut nyawa para pembawa kebenaran. Jurnalis perempuan yang tewas ini adalah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, dan kematian mereka harus menjadi pengingat bagi dunia untuk tidak lagi diam melihat kekejaman yang terjadi.