Implementasi Gencatan Senjata di Gaza Terhambat oleh Taktik Penghalang Israel

Penghalang

Gaza, Purna Warta – Gencatan senjata ini memasuki fase yang sangat sensitif dan menentukan. Sementara rezim pendudukan menuduh Hamas menunda pengembalian jenazah tawanan Israel, Hamas menegaskan komitmennya untuk melaksanakan kesepakatan tersebut dan menekankan bahwa proses pengembalian jenazah membutuhkan waktu. Hamas juga menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menghalangi pelaksanaan kesepakatan.

Dengan dimulainya negosiasi untuk tahap kedua kesepakatan gencatan senjata—setelah sebagian besar poin tahap pertama diterapkan—Gaza memasuki fase yang kritis. Namun, jalur pelaksanaannya tidak mudah, karena banyak isu kompleks, mulai dari penonaktifan senjata Hamas hingga pengelolaan perbatasan dan rekonstruksi wilayah. Hamas tetap menegaskan komitmennya terhadap kesepakatan, sementara Israel mengekspresikan keraguan dan kesiapan keamanan yang tinggi.

Kekerasan dan keteguhan Israel untuk menolak kompromi terkait rencana Trump merupakan ciri utama posisi rezim tersebut. Israel bersikeras menonaktifkan senjata Hamas dan menuntut pengembalian seluruh jenazah tawanan, serta mengancam akan melanjutkan operasi militer jika ada pelanggaran atau keterlambatan pelaksanaan kesepakatan. Dalam konteks ini, Menteri Urusan Strategis Israel Ron Dermer menuduh Hamas “menunda” pengembalian jenazah tawanan Israel. Sementara itu, Presiden AS Trump mengancam akan menghancurkan Hamas jika kelompok tersebut, menurutnya, “terus membunuh warga di Gaza.” Ancaman Trump muncul setelah operasi keamanan yang dipimpin Hamas terhadap agen dan mata-mata Israel di Gaza.

Hamas sekali lagi menegaskan komitmen prinsipinya terhadap gencatan senjata dan menyoroti bahwa Netanyahu menghalangi upaya Hamas untuk mengakses jenazah tawanan dengan melanjutkan penembakan dan mencegah masuknya peralatan penting ke Gaza. Hamas menuntut penghentian operasi lapangan dan akses peralatan berat untuk mengevakuasi jenazah dari reruntuhan.

Meski ada langkah-langkah tersebut, masalah jenazah tawanan Israel yang tersisa tetap menjadi hambatan terbesar menuju implementasi penuh tahap kedua gencatan senjata dan mengancam fondasi kesepakatan. Sementara itu, isu rekonstruksi menjadi tantangan kemanusiaan utama bagi semua pihak, karena pendanaan rekonstruksi terkait dengan tercapainya keamanan dan stabilitas politik, serta berhubungan dengan proses negosiasi.

Senjata perlawanan tetap menjadi isu paling sensitif dalam kesepakatan gencatan senjata. Banyak pihak menilai keberhasilan tahap kedua bergantung pada penyelesaian masalah penonaktifan senjata. Kegagalan berarti kembali ke titik awal.

Tel Aviv menyadari bahwa setiap kegagalan dalam tahap kedua gencatan senjata akan menjadi tantangan bagi Washington, yang tidak ingin mencatat kegagalan lain di Gaza, terutama mengingat upaya Trump untuk menjadikan kesepakatan sebagai prestasi politik dan upaya Washington untuk mengendalikan situasi. Namun, dengan masing-masing pihak bersikukuh pada tuntutan maksimal mereka, pendudukan tidak menyembunyikan niatnya untuk memaksakan persamaan keamanan jangka panjang, yang membuat kesepakatan rapuh dan rentan runtuh pada ujian keamanan pertama yang nyata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *