Gaza, Purna Warta – Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Sabtu malam (18/9), gerakan perlawanan Hamas menggambarkan apa yang disebut Kesepakatan Abraham yang dibuat oleh Uni Emirat Arab (UEA) dan beberapa negara Arab lainnya dengan Israel sebagai hal yang “sangat berbahaya”.
Hamas mengecam kesepakatan normalisasi dengan Israel, dengan mengatakan mereka bertujuan melegitimasi rezim di Timur Tengah dan memulai aliansi dengan Tel Aviv.
Perjanjian tersebut dikatakan berusaha untuk menegaskan hegemoni militer, politik dan ekonomi rezim Israel atas wilayah tersebut. Ytentunya hal tersebut akan menuju ke arah penjarahan kekayaan Palestina, menyampingkan perjuangannya, dan mengisolasi bangsa Palestina dari seluruh dunia Arab dan Muslim.
Gerakan tersebut memperingatkan bahwa perjanjian normalisasi dapat mempengaruhi aspirasi rakyat Palestina serta negara-negara Arab dan Muslim dan membahayakan keamanan nasional mereka.
Hamas menyebut Kesepakatan Abraham sebagai proyek Zionis-Amerika yang bertujuan untuk mengobarkan ketegangan di antara negara-negara Muslim dan Arab. Kesepakatan tersebut juga akan mengesampingkan konflik Timur Tengah dan mengalihkan perhatian masyarakat Internasional dari perjuangan Palestina melawan Israel sebagai penjajah dan ancaman terbesar bagi kawasan.
“Perjanjian tersebut berusaha untuk menguras ketahanan bangsa Palestina, meminggirkan warga Palestina dan pasukan perlawanan mereka serta siapa saja yang mendukung mereka.” kata Hamas.
“Mereka ingin memberi Israel kebebasan untuk memajukan proyek-proyek ekspansionisnya dengan mengambil alih tanah Palestina, Yahudisasi al-Quds yang diduduki, menghancurkan bangunan dan rumah Palestina, menggusur warga Palestina dan memperluas pemukiman,” tambahnya.
Hamas meminta negara-negara yang telah menandatangani perjanjian normalisasi dengan Israel untuk memperbaiki pendekatan politik mereka yang salah dan untuk menyelaraskan diri dengan cita-cita anti-Zionis dari negara-negara regional.
Gerakan itu akhirnya menyerukan strategi yang kuat dan efektif untuk menghadapi semua proyek yang bertujuan untuk melikuidasi perjuangan Palestina, yang diantaranya adalah “Kesepakatan Abraham” dan “Kesepakatan Abad Ini” yang dibuat oleh mantan presiden AS Donald Trump.
Mantan perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu menandatangani perjanjian dengan Menteri Luar Negeri Emirat Sheikh Abdullah bin Zayed Al Nahyan dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif Al Zayani selama upacara resmi yang diselenggarakan oleh Trump di Gedung Putih pada 15 September tahun lalu.
Pada bulan Januari, junta militer yang berkuasa di Sudan secara resmi menandatangani Kesepakatan Abraham untuk menormalkan hubungan dengan Israel.
Pada 10 Desember tahun lalu Monarki Maroko dan Israel sepakat untuk menormalkan hubungan dalam kesepakatan yang ditengahi oleh Amerika Serikat.
Palestina yang sedngan memperjuangkan kemerdekaan di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza dengan al-Quds sebagai ibu kotanya, memandang kesepakatan itu sebagai pengkhianatan terhadap tujuan mereka.