Kairo, Purna Warta – Negosiator senior Hamas Khalil al-Hayya menegaskan bahwa gerakan perlawanan Palestina bertekad untuk mematuhi “setiap ketentuan” dari gencatan senjata di Gaza, sementara sejumlah pejabat Amerika Serikat menyuarakan kekhawatiran bahwa Israel mungkin membatalkan kesepakatan tersebut.
Berbicara kepada al-Qahera News, sebuah saluran berita Mesir, pada Selasa dini hari, kepala negosiator gerakan itu mengatakan bahwa seluruh faksi Palestina bersatu dalam upaya memastikan agar perang genosida “berakhir untuk selamanya.”
Ia menekankan komitmen penuh mereka untuk melaksanakan kesepakatan yang dicapai di resor Sharm el-Sheikh, Mesir, awal bulan ini, serta keyakinan mereka terhadap jaminan yang diberikan oleh para mediator dan negara-negara sahabat.
Kelompok tersebut mengumumkan kesediaannya untuk menerima kesepakatan itu pada 9 Oktober, dengan menyatakan bahwa mereka akan menyerahkan seluruh tawanan Israel yang masih hidup maupun yang telah meninggal di Gaza, serta menginginkan agar administrasi wilayah pesisir itu diserahkan kepada badan Palestina.
Menurut al-Hayya, pertemuan-pertemuan yang berfokus pada usulan 20 butir yang telah digelar di Sharm el-Sheikh dan Kairo “mencerminkan kehendak internasional bahwa perang di Gaza telah berakhir.”
Kami Ingin Kesepakatan Ini Bertahan Lama
Pejabat perlawanan tersebut menegaskan kembali bahwa Hamas bersungguh-sungguh dalam memenuhi setiap aspek dari kesepakatan itu, termasuk proses pengambilan dan pertukaran jenazah sebagaimana diatur dalam perjanjian.
Ia mengakui adanya “kesulitan besar” akibat kehancuran masif yang ditimbulkan oleh genosida sejak Oktober 2023, namun berjanji bahwa Hamas akan “menutup berkas tersebut sepenuhnya.”
Pejabat itu menambahkan bahwa pengiriman bantuan kemanusiaan melalui perbatasan Gaza sejauh ini telah memenuhi target yang disepakati, dan menyatakan harapannya agar para mediator dapat meningkatkan bantuan lebih lanjut—terutama dalam hal tempat tinggal, pasokan medis, dan bantuan darurat menjelang musim dingin.
“Kesepakatan ini akan bertahan,” ujar al-Hayya, “karena kami ingin kesepakatan ini bertahan, dan karena kesepakatan ini mendapat dukungan serta jaminan internasional yang luas. Semua ini meyakinkan kami bahwa perjanjian ini akan tetap berlaku, insya Allah.”
Kesepakatan Ini Kunci Perdamaian bagi Bangsa Palestina
Pejabat Hamas itu menyebut pelaksanaan penuh kesepakatan tersebut sebagai langkah penting untuk mengakhiri perang dan memungkinkan rakyat Palestina “hidup damai seperti bangsa-bangsa lain.”
Pernyataan tersebut muncul di tengah banyaknya laporan tentang pelanggaran Israel terhadap perjanjian, termasuk pembunuhan sekitar 100 warga Palestina sejak kesepakatan mulai diberlakukan, serta penghentian pengiriman bantuan ke wilayah Palestina.
AS Waspadai Kemungkinan Israel Membatalkan Kesepakatan
Sementara itu, The New York Times melaporkan bahwa sejumlah pejabat dalam pemerintahan Trump menyatakan keprihatinan yang meningkat bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mungkin akan mengingkari kesepakatan tersebut.
Menurut laporan itu, tokoh-tokoh senior seperti Wakil Presiden J.D. Vance, utusan regional Steve Witkoff, dan penasihat Trump Jared Kushner, tengah berupaya meyakinkan Netanyahu agar tidak kembali melancarkan agresi militer berskala penuh di Gaza.
Trump sendiri dikabarkan menolak klaim Israel bahwa Hamas telah melanggar ketentuan perjanjian. Seorang pejabat senior AS mengatakan kepada NYT bahwa Witkoff dan Kushner menilai situasi ini “sangat sensitif,” dan memperingatkan bahwa kesepakatan kini berada dalam bahaya.
Rezim Israel sebelumnya juga melanggar kesepakatan serupa yang dicapai pada tahap awal perang, serta perjanjian pertukaran tawanan dan gencatan senjata yang muncul pada Januari.
Dalam kedua kasus tersebut, rezim Israel justru meningkatkan serangan genosida yang hingga kini telah menewaskan lebih dari 68.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Perjalanan perang ini juga ditandai oleh upaya-upaya Netanyahu—yang bahkan diakui oleh pejabat Israel sendiri—untuk menggagalkan jalannya negosiasi.