Cucu Mandela: Penderitaan Warga Kulit Hitam Afrika Selatan di Bawah Apartheid Tidak Seperti Penderitaan Palestina

Apartheid

Gaza, Purna Warta – Mandla Mandela. cucu dari Nelson Mandela dalam perjalanan bergabung dengan flotilla yang bertujuan mengirimkan makanan dan bantuan kemanusiaan ke Gaza, 4 September 2025.

Cucu mendiang Nelson Mandela itu mengecam pengepungan dan genosida yang terus dilakukan rezim Israel terhadap rakyat Palestina. Ia menegaskan bahwa penderitaan rakyat Palestina di bawah pendudukan melebihi kesengsaraan yang dialami warga kulit hitam Afrika Selatan di masa apartheid.

Aktivis politik berusia 51 tahun itu menyerukan kepada komunitas internasional untuk membantu rakyat Palestina.
“Banyak dari kami yang telah mengunjungi wilayah Palestina yang diduduki hanya pulang dengan satu kesimpulan: bahwa rakyat Palestina mengalami bentuk apartheid yang jauh lebih buruk daripada yang pernah kami alami,” katanya.
“Dua tahun terakhir ini, apa yang kalian saksikan, adalah buktinya.”

Mandela menekankan bahwa ketika apartheid berakhir pada 1994, hal itu terjadi setelah tekanan dan sanksi intensif dari negara-negara lain.
“Mereka mengisolasi Afrika Selatan di bawah apartheid dan akhirnya berhasil meruntuhkannya. Kami percaya saatnya telah tiba agar hal yang sama dilakukan untuk rakyat Palestina,” ujarnya.

Pernyataan itu disampaikan Rabu malam di Bandara Johannesburg, saat ia hendak menaiki pesawat menuju Tunisia untuk bergabung dengan flotilla yang berupaya mengirim makanan dan bantuan kemanusiaan ke Gaza, meski ada blokade laut Israel.

“Banyak dari kami yang telah mengunjungi wilayah Palestina yang diduduki hanya pulang dengan satu kesimpulan: bahwa rakyat Palestina mengalami bentuk apartheid yang jauh lebih buruk daripada yang pernah kami alami,” kata Mandela lagi.
“Kami percaya bahwa komunitas global harus terus mendukung rakyat Palestina, sebagaimana dulu mereka berdiri bersama kami,” tambahnya.

Mandela bergabung dengan 10 aktivis Afrika Selatan dalam Global Sumud Flotilla, yang terdiri atas puluhan kapal dan ratusan orang dari 44 negara, termasuk aktivis asal Swedia Greta Thunberg.

Thunberg juga akan berlayar bersama Global Sumud Flotilla, bergabung dengan ribuan aktivis dalam misi maritim terbesar yang pernah diorganisasi untuk mematahkan pengepungan Israel.

Pada 4 September, puluhan kapal diperkirakan berangkat menuju Gaza dari Tunisia dan berbagai pelabuhan Mediterania, bergabung dengan Global Sumud Flotilla.

Partai berkuasa Afrika Selatan, African National Congress (ANC), menyatakan dukungan untuk misi tersebut, dengan mengatakan bahwa misi itu “mencerminkan perjuangan pembebasan kami sendiri.”

Rezim Israel secara berani menolak perbandingan antara kehidupan rakyat Palestina yang telah hidup di bawah pendudukan dan blokade ekonomi selama lebih dari setengah abad dengan era apartheid di Afrika Selatan, di mana mayoritas kulit hitam diperintah oleh pemerintah minoritas kulit putih yang represif.

Israel juga membenarkan pengepungan Gaza serta blokade terhadap bantuan kemanusiaan dan barang-barang lain dengan dalih mencegah senjata sampai ke kelompok pejuang Hamas.

Pada akhir Agustus, PBB secara resmi menyatakan adanya kelaparan di Provinsi Gaza, dengan pakar memperingatkan bahwa 500.000 orang menghadapi kelaparan “katastrofik,” serta menegaskan bahwa rezim Zionis menggunakan kelaparan sebagai senjata terhadap rakyat Palestina.

Jumlah korban tewas akibat genosida sejak Oktober 2023 telah melampaui 64.200 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Sekitar 161.600 orang lainnya mengalami luka-luka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *