Al-Quds, Purna Warta – Menurut laporan Kantor Berita Arabi21, Biro Statistik Palestina menyatakan pada hari ini bahwa populasi Jalur Gaza telah menurun sebesar 10,6 persen dalam dua tahun terakhir.
Laporan komprehensif Biro Statistik Palestina mengenai kondisi rakyat Palestina hingga akhir tahun 2025 menunjukkan bahwa indikator-indikator statistik mencerminkan bencana kemanusiaan dan demografis yang nyata, dengan dampak jangka panjang terhadap stabilitas kependudukan dan pembangunan.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah warga Palestina yang gugur sejak dimulainya agresi Israel pada 7 Oktober 2023 telah melampaui 72.000 orang, dengan 98 persen di antaranya berada di Jalur Gaza. Angka ini merupakan jumlah korban jiwa tertinggi dalam sejarah agresi penjajah Zionis terhadap rakyat Palestina.
Dari total 2,2 juta penduduk yang tinggal di Jalur Gaza sebelum agresi, sekitar 100.000 warga Palestina terpaksa meninggalkan Gaza sejak dimulainya serangan, sementara sekitar dua juta orang mengungsi dari rumah mereka.
Korban jiwa dan pengungsian paksa ini secara langsung berdampak pada jumlah penduduk. Perkiraan kependudukan menunjukkan bahwa populasi Negara Palestina pada akhir tahun 2025 mencapai sekitar 5,56 juta jiwa, dengan 3,43 juta di antaranya tinggal di Tepi Barat.
Sebaliknya, Jalur Gaza mengalami penurunan populasi yang tajam dan belum pernah terjadi sebelumnya, yakni sekitar 254.000 orang, setara dengan penurunan 10,6 persen dibandingkan dengan estimasi sebelum agresi. Saat ini, populasi Gaza diperkirakan berjumlah 2,13 juta jiwa.
Menurut laporan tersebut, hingga akhir tahun 2025, jumlah warga Palestina di seluruh dunia diperkirakan mencapai sekitar 15,49 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 5,56 juta tinggal di Negara Palestina, dengan sekitar 1,86 juta di antaranya menetap di wilayah pendudukan tahun 1948.
Hampir Runtuh Totalnya Sistem Kesehatan dan Pendidikan di Gaza
Agresi penjajah terhadap Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 telah menyebabkan kehancuran hampir total sistem layanan kesehatan. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 94 persen fasilitas kesehatan dan rumah sakit di Gaza mengalami kerusakan atau hancur. Hanya 19 dari 36 rumah sakit yang masih beroperasi secara terbatas dengan kapasitas yang sangat minim.
Krisis parah obat-obatan dan peralatan medis, kelelahan tenaga kesehatan, serta terputusnya pasokan bahan bakar untuk mengoperasikan generator listrik menjadi masalah besar lainnya di sektor kesehatan Gaza.
Data Kementerian Kesehatan juga menunjukkan konsekuensi kemanusiaan yang sangat berbahaya, di mana sekitar 60.000 perempuan hamil di Jalur Gaza menghadapi risiko kesehatan serius akibat tidak tersedianya atau terbatasnya layanan perawatan kesehatan.
Selain itu, lebih dari 70 persen penduduk Gaza bergantung pada air minum yang tercemar atau tidak aman. Data menunjukkan bahwa 96 persen keluarga mengalami ketidakamanan sumber air.
Sektor pendidikan di Gaza juga mengalami kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 179 sekolah negeri hancur total, sementara 218 sekolah lainnya menjadi sasaran pemboman atau mengalami kerusakan berat.


