Benyamin Netanyahu: Isolasi Rezim Israel Semakin Mengkhawatirkan

Buhran

Al- Quds, Purna Warta – Pada hari Senin, 22 September 2025, Benyamin Netanyahu menyatakan meningkatnya isolasi ekonomi Israel seiring berlanjutnya perang di Gaza. Perdana menteri Israel mengatakan bahwa rezimnya mungkin menghadapi situasi di mana industri pertahanan mereka terhenti.

Baca juga: Tahanan Israel-Amerika yang Dibebaskan Umumkan Kembali ke Militer untuk Lanjutkan Perang Genosida di Gaza

Yair Lapid, pemimpin oposisi Israel, mengkritik pernyataan Benyamin Netanyahu, menyebutnya “gila.” Menurut Lapid, isolasi ini merupakan hasil dari kebijakan yang salah dan gagal oleh Netanyahu beserta kabinetnya, yang sama sekali tidak berusaha mengubah situasi.

Sementara itu, Seyed Abbas Araghchi, Menteri Luar Negeri Iran, dalam sebuah pesan menyambut Tahun Baru Yahudi di akun X-nya menulis bahwa meski Netanyahu mengklaim kemenangan, dia justru membawa kehancuran dan isolasi yang belum pernah terjadi bagi Israel. Araghchi menambahkan bahwa rezim kriminal Israel belum pernah sedemikian dibenci baik di kawasan maupun di seluruh dunia. Tindakan genosida terhadap rakyat Palestina yang dilakukan atas nama Yahudi telah mencoreng reputasi seluruh komunitas Yahudi.

Isolasi ekonomi dan internasional Israel telah menempatkan kabinet Netanyahu dalam krisis, sementara perusahaan-perusahaan besar enggan beroperasi di wilayah pendudukan.

Serangan besar-besaran dan genosida yang dilakukan militer Israel di Gaza telah memicu gelombang kecaman global, dengan banyak negara dan lembaga menyerukan penghentian kerja sama dengan Tel Aviv. Seniman, atlet, dan federasi olahraga internasional mendesak sanksi terhadap rezim Israel—mirip dengan kampanye global melawan rezim apartheid Afrika Selatan.

Perusahaan dan dana investasi Barat juga menarik modal dari perusahaan di wilayah pendudukan. Lembaga pemeringkat kredit seperti Moody’s memperingatkan penurunan peringkat Israel, yang dapat lebih jauh mengurangi investasi asing.

Netanyahu menghadapi krisis dalam kabinetnya karena ekstremis Zionis menolak setiap perubahan. Kabinetnya bergantung pada koalisi yang menolak memberikan konsesi apa pun, sehingga menciptakan kebuntuan politik di Tel Aviv.

Krisis ekonomi akibat isolasi Israel semakin parah: lebih dari 2,8 juta orang di wilayah pendudukan kekurangan pangan, dan 32% rumah tangga mengalami ketidakamanan pangan. Dalam kondisi ini, maskapai penerbangan dan pameran internasional juga menolak bekerja sama dengan Israel. Tren ini menunjukkan bahwa isolasi Israel memengaruhi bukan hanya politik, tetapi juga ekonomi, budaya, olahraga, dan kehidupan sehari-hari di wilayah pendudukan.

Krisis ekonomi ini sebagian merupakan akibat dari perang agresif Israel di Gaza. Data institusi Israel menunjukkan bahwa perang 12 hari koalisi Israel-AS terhadap Iran, serta operasi misil Iran yang luas, membuat ekonomi wilayah pendudukan sangat rentan.

Baca juga: Menlu Palestina Serukan Lebih Banyak Negara Akui Kemerdekaan Palestina

Isolasi ekonomi dan internasional Israel telah menjadi krisis multidimensi, dengan dampak yang jelas terlihat di tingkat diplomatik, bisnis, dan lokal. Dengan memburuknya kondisi krisis, kabinet Netanyahu juga mengalami kebuntuan dalam upaya keluar dari krisis ekonomi dan keruntuhan politik.

Perang agresif Israel di Gaza dan kawasan sekitarnya membawa konsekuensi luas bagi wilayah pendudukan. Para pemimpin Israel menghadapi ketidakmampuan dalam menangani krisis, memperluas isolasi rezim ilegal Israel baik di tingkat regional maupun global.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *