London, Purna Warta – PM Boris Johnson dalam jumpa pers Kamis (7/7) secara mengejutkan menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri Inggris, menyusul desakan dan seruan dari rekan-rekan menteri dan anggota parlemen di Partai Konservatifnya, seperti yang dilansir Kantor Berita Reuters.
Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson bersikeras untuk tetap memegang kekuasaan meski empat orang menteri papan telah mengajukan pengunduran diri.
Baca Juga : Lebih Dari 30 Ribu Orang Yahudi Ukraina Bermukim di Palestina yang Diduduki
Dalam pernyataannya, Boris Johnson menyebut telah menunjuk sebuah kabinet untuk menjalankan tugas sampai pemimpin baru menjabat. “Proses pemilihan pemimpin baru harus dimulai sekarang,” kata Johnson di halaman kantornya di Jalan Downing Nomor 10, London.
Lebih dari 50 orang menteri telah mengundurkan diri dalam kurang dari 48 jam, dan mengatakan bahwa Johnson tidak layak untuk memimpin usai dilanda sejumlah skandal, sementara puluhan politisi di Partai Konservatif melakukan mosi tidak percaya secara terbuka.
Diantara alasan Boris Johnson diminta mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri adalah adanya skandal Partygate yang terdiri dari serangkaian tuduhan bahwa sejumlah pesta terjadi di 10 Downing Street dan gedung-gedung pemerintah lainnya selama pandemi COVID-19. Rangkaian pesta ini kini tengah diselidiki oleh pegawai negeri senior Sue Gray.
Baca Juga : AS kembali Jatuhkan Sanksi Baru terhadap Iran
Laporan Sue Gray mencatat sebanyak 83 orang melanggar aturan dalam pesta-pesta ini. Banyak dari mereka dilaporkan dalam kondisi mabuk berat, berkelahi satu sama lain, dan merusak properti.
Laporan tersebut mengatakan, hal ini menggambarkan kegagalan serius untuk memenuhi tidak hanya standar tinggi yang diharapkan dari mereka yang bekerja di jantung pemerintahan, tetapi juga standar yang diharapkan dari seluruh penduduk Inggris pada saat itu.
Di tengah gemuruh skandal Partygate, popularitas Johnson pun anjlok di kalangan masyarakat. Bahkan, ia sempat terancam digulingkan sebagai pemimpin pemerintahan lewat mosi tidak percaya pada Juni lalu.
Johnson pada akhirnya memenangkan mosi ini tetapi kepercayaan publik dan legislator terhadapnya sudah mulai ternodai.
Baca Juga : Lavrov: Tekanan AS Tidak Berefek, Interaksi Rusia – China Meningkat
Alasan lainnya, Johnson juga mendapat kecaman karena tidak berbuat cukup untuk mengatasi krisis biaya hidup, dengan banyak warga Inggris berjuang untuk mengatasi kenaikan harga bahan bakar dan pangan.
Johnson telah berulang kali berjanji akan mengatasi masalah ini. Namun, ia belum menunjukkan hasil konkret dalam upayanya untuk menurunkan biaya hidup di Inggris selama ia menjabat. Pada Mei lalu, Johnson telah mengakui bahwa pemerintah belum berbuat cukup untuk meringankan rasa sakit akibat krisis biaya hidup yang dialami penduduk Inggris.