Moscow, Purna Warta – Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan dalam sebuah makalahnya hari Selasa (22/6), bahwa Kudeta pemerintahan Ukraina pada tahun 2014, yang menciptakan jurang dalam negeri dan pisahnya Krimea, dirancang oleh Amerika Serikat dan Eropa mendukungnya dengan ragu.
Mengutip dari surat kabar Tass, di hari yang bertepatan dengan hari perang Uni Soviet versus Nazi Jerman, Putin mengupas masalah yang terjadi di tahun 2014 dan mengatakan, “Kenapa Amerika Serikat merancang Kudeta dan Eropa mendukungnya dengan pengecut hingga menciptakan jurang di Ukraina dan transisi Krimea?
Baca Juga : Horn of Africa dan Kompetisi Geopolitik Regional dan Transregional
Secara universal, Presiden Vladimir Putin menjelaskan tentang situasi Benua Biru pasca perang dingin dan perkembangan NATO, “Mayoritas negara berada dalam opsi buatan ini bahwa Anda dipihak Barat atau bergabung Rusia. Ini sebenarnya adalah satu ultimatum.”
“Tragedi tahun 2014 di Ukraina adalah salah satu dari pengaruh serta dampak yang dikandung oleh politik agresi ini,” tambah Presiden Rusia dalam catatan yang dilansir site Kremlin tersebut.
“Eropa aktif mendukung Kudeta bersenjata ilegal di Ukraina. Ini adalah tempat di mana semuanya dimulai. Apa keharusan dari aktifitas ini? (Sedangkan) Presiden Ukraina kala itu, Viktor Yanukovych telah mengabulkan semua tuntutan oposisi,” jelasnya.
November 2013, Presiden Ukraina Viktor Yanukovych mengundur perundingan untuk menandatangani resolusi perdagangan dan politik dengan Uni Eropa. Ini dijadikan alasan untuk membuka kran demonstrasi anti-pemerintahan oleh pendukung Uni Eropa yang mayoritas bermukim di bagian barat Ukraina. Demonstrasi semakin membara hingga menewaskan puluhan sipil dan mengancam nyawa Presiden Yanukovych hingga akhirnya pada tanggal 22 Februari 2014, Presiden lari dari Ukraina. Pelarian ini membuka kesempatan oposisi untuk menguasai pemerintahan dan di hari itu juga, Parlemen mencopot jabatan Viktor Yanukovych.
Baca Juga : Apa Politik Luar Negeri Presiden Baru Terpilih Iran, Ebrahim Raeisi?
Yanukovych menganggap kebijakan tersebut ilegal dan meminta bantuan Rusia. Moskow melihatnya sebagai Kudeta versus UUD meskipun para petinggi pemerintahan dan oposisi kala itu sudah mencapai kesepakatan. Rusia tidak mengesahkan pemerintahan Ukraina yang baru.
Selanjutnya, krisis ini memasuki tahap baru. Penduduk bagian timur, selatan dan Semenanjung Krimea masih menganggap Presiden Yanukovych sebagai pemimpin sah dan menolak intervensi Barat di kedaulatannya.
Mereka mulai berdemo dan menolak pemerintahan pusat sementara hingga akhirnya mereka mengadakan referendum dan hasilnya, mereka memihak Rusia dan memisahkan diri dari Ukraina.
Lebih dari 90% penduduk timur, selatan dan Semenanjung Krimea menyuarakan untuk bergabung dengan Rusia, namun Amerika dan Barat mengaktifkan siasat sanksi dan embargo atas mereka dengan tujuan mengusir Moskow.
Baca Juga : Reaksi Al-Masirah atas Penutupan Situsnya oleh Amerika Serikat
Ukraina menyatakan bahwa baru-baru ini, Rusia mengirim pasukan bersenjatanya ke daerah perbatasan, bahkan mengklaim bahwa para kelompok pendukung Rusia melanggar gencatan senjata secara sistematis di bagian timur Ukraina. Hal inilah yang menjadi faktor penyebab kerasnya intervensi blok Barat dan perselisihan antara Rusia dan NATO.